https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Saksi Ungkap Masalah Anggaran dan Penyimpangan Proyek LRT dalam Sidang Dugaan Korupsi

Sidang kasus dugaan korupsi proyek LRT Palembang mengungkap masalah anggaran hingga penyimpangan, dengan kerugian negara mencapai Rp 74 miliar. Foto:Ardila/Sumateraekspres.id--

BACA JUGA:Dinas Perhubungan Prabumulih Fokus Tertibkan Parkir Liar, Dishub Prabumulih Tingkatkan PAD

“Metode penugasan diberikan oleh Presiden kepada PT Waskita Karya, dan apakah Waskita Karya bisa menunjuk kontraktor lain itu adalah urusan internal mereka,” ujar Jumardi dalam keterangannya di hadapan sidang.

Lebih lanjut, Jumardi menjelaskan bahwa pengadaan barang dan jasa dalam proyek ini dilakukan melalui beberapa metode, seperti lelang, tender, dan penunjukan langsung sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

Ia menambahkan bahwa pada masa jabatannya, muncul berbagai masalah, salah satunya terkait dengan anggaran yang tidak tersedia pada saat pelaksanaan proyek.

BACA JUGA:Polsek Cengal Bagikan 40 Porsi Makanan Bergizi Gratis untuk Pelajar SD

BACA JUGA:OKU Timur Tingkatkan Antisipasi Penyebaran PMK, Ternak Diberi Vaksin

Menurutnya, seharusnya anggaran sudah dipastikan terlebih dahulu sebelum pekerjaan dimulai.

Jumardi juga menyebutkan bahwa salah satu kendala utama proyek ini adalah tidak adanya trase di Kementerian Perhubungan.

Jumardi mengungkapkan bahwa Waskita Karya mengajukan anggaran awal sebesar Rp 12,5 triliun untuk pembangunan LRT.

Namun, setelah evaluasi oleh konsultan yang ditunjuk Kementerian Perhubungan, anggaran ini akhirnya disepakati untuk diperkecil.

BACA JUGA:JPU Banding Vonis Alim dan Puguh Pembunuh Bos Toko Bangunan, Tuntut Hukuman Mati

BACA JUGA:Dump Truk Tenggelam di Underpass Lahat, Warga Bahu-membahu Evakuasi

Saksi lainnya, Suranto, yang juga menjabat sebagai PPK dalam proyek ini, menjelaskan bahwa pihaknya melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan TNI, guna mengatasi kendala di lapangan.

Suranto juga membeberkan bahwa ada perubahan dalam nilai kontrak, yang semula sebesar Rp 12,5 triliun menjadi Rp 10,9 triliun.

“Perubahan addendum ini terjadi karena adanya perubahan kondisi di lapangan,” jelas Suranto. Ia juga mengungkapkan bahwa ada beberapa kali pergantian PPK dengan alasan yang berbeda-beda.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan