Beberapa penyimpangan dan sebenarnya juga merupakan pelanggaran dari prinsip fairness serta kesamaan telah dipertontonkan dalam tahap kampanye sepanjang pemilu-pemilu Orde Baru, antara lain:
(a) Mencuri start kampanye yang dilakukan oleh para pejabat yang sekaligus pimpinan Golkar sebelum masa kampanye tiba, ini berlangsung di hampir seluruh daerah dengan berbagai metode seperti safari Ramadhan oleh menteri, kunjungan ke daerah
dengan mengerahkan murid-murid SMA yang kemudian diberi kaos Golkar, dsb;
(b) Diskriminasi perlakuan, misalnya ketika temu kader Golkar panitia memasang ratusan bendera Golkar tanpa hambatan, tetapi ketika ada kegiatan PDI dan PPP untuk memasang bendera dipersulit dengan cara harus meminta izin ke sana ke mari;
(c) Pemberian barang atau fasilitas yang dapat dikategorikan sebagai money politics; dan sebagainya.
Demikianlah gambaran pelaksanaan tahap kampanye pemilu pada pemilu- pemilu Orde Baru yang diwarnai oleh berbagai pelanggaran, aksi-aksi kekerasan massa, kecurangan pelaksana yang berat sebelah, penggunaan fasilitas negara untuk keuntungan partai berkuasa, pawai arak-arakan sebagai bagian dari kampanye yang telah dimanfaatkan untuk pelampiasan emosi massa, serta ketidakseimbangan kesiapan dari Golkar di satu sisi dan PDI serta PPP di sisi lain.
Kampanye pada pemilu 1997 menjadi kampanye terakhir pemilu-pemilu Orde Baru.
Inilah kampanye terakhir dari rangkaian pemilu-pemilu yang diwarnai praktik manipulatif, diskriminatif, intimidasi, toleransi
terhadap pelanggaran65 dan kecurangan sejak 1971.
Secara eksisting dan keterbaruan, Pemilu 2019 juga turut memunculkan konflik sosial. bahkan melampaui terjadinya konflik sosial dengan banyaknya angka kematian selama penyelenggaraan Pemilu 2019 lalu.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, terdapat 554 orang dari KPPS, Panwas hingga Polisi meninggal dunia.
Kerusuhan di sana sini, konflik horizontal yang terjadi di masyarakat turut mewarnai situasi penyelenggaran Pemilu di tahun 2019 lalu.
Oleh sebab itulah, menjadi penting dan mendesak untuk adanya penyesuaian yang cepat di tubuh Polri yang merupakan garda terdepan dalam pencegahan dan penangan konflik serta penegakan hukum selama penyelenggaraan Pemilu.
Kepemimpinan pimpinan Polri baik di tingkat kecamatan, kota, provinsi hingga pusat dituntut untuk adaptif, yang jika tidak
mampu menyesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan zaman dan masyarakat, maka akan terjadi pengulangan konflik sosial sebagaimana yang terjadi pada tahun 2019 lalu.
Kepemimpinan yang adaptif tersebut merupakan wujud dari model agile dalam upaya Polri untuk pencegahan dan strategi
penangan konflik sosial.
Adapun Intuitif memiliki makna :
Pertama, Scientific Inguiry yang memuat tentang validity, clear, based on science, empirical.
Pada intinya, scientific inguiry merupaka model kepemimpinan berbasis ilmu pengetahuan dan dapat dipraktikan dilapangan.