PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Kondisi dan nilai ekspor Sumsel yang terus menurun menjadi perhatian khusus. Pasalnya berdasarkan data BPS, ekspor di Sumsel secara year on year (yoy) mengalami penurunan sebesar 13,08 persen atau dari US$580,42 juta pada Mei 2023 menjadi US$504,51 juta pada Juni tahun ini.
Kepala BPS Sumsel, Moh Wahyu Yulianto meminta agar ada perhatian khusus. Mengingat ekspor menjadi penopang dan pertumbuhan ekonomi di Sumsel. “Perlu menjadi perhatian bahwasanya perkembangan ekspor secara tahunan (Sumsel) 2024 lebih rendah dibanding kondisi tahun 2023 yang lalu,” ucap dia.
Dikatakan, neraca perdagangan cenderung mengalami penurunan. Penurunan ekspor Sumsel secara yoy disebabkan menurunnya ekspor nonmigas dan migas masing-masing sebesar 11,15 persen dan 36,83 persen. "Ekspor migas dan non migas trennya turun," tuturnya.
Ia mengatakan nilai ekspor Sumsel pada periode Mei 2024 ini sebesar US$504,51 juta atau naik 18,34 persen secara month to month (mtm). Kenaikan itu ditopang ekspor nonmigas sebesar 22,37 persen atau dari US$389,72 juta pada tahun 2023 menjadi US$476,91 juta di tahun ini. Kenaikan itu didorong komoditas batu bara, lignit, serta karet dan produk dari karet,” imbuhnya.
BACA JUGA:“Emas Hijau” Siap Ekspor Perdana, Ke Negara Prancis dengan Volume 10 kg
BACA JUGA:Nilai Ekspor BBM Rp6,8 Triliun, Dukung Surplus Neraca Perdagangan
Dia memerinci, dari total nilai ekspor yang mencapai US$504,51 juta, sektor pertanian tercatat mencapai US$5,63 juta atau mengalami kenaikan secara yoy sebesar 83,78 persen. Kemudian sektor industri US$217,82 juta atau terkontraksi 26,01 persen yoy, sektor pertambangan US$253,47 juta atau naik 5,92 persen yoy, serta sektor migas dengan nilai US$27,59 atau turun 36,83 persen yoy. “Untuk share terbesar secara kumulatif dari sektor industri yakni sebesar 48,98 persen,” kata Wahyu.
Dia menambahkan dari tiga komoditas unggulan di Sumsel, secara tahunan hanya ekspor batu bara yang mengalami kenaikan sebesar 5,92 persen. Sedangkan dua komoditas lain di antaranya karet remah dan pulp dari kayu masing-masing terkontraksi 0,65 persen dan 59,08 persen.
Adapun pangsa ekspor tertinggi masih ke Tiongkok dengan nilai US$819,55 juta atau sharenya sebesar 35,31 persen. Komoditasnya meliputi bubur kertas US$366,43 juta, lignit US$338,82 juta, dan batubara US$49,34 juta. “Negara selanjutnya yaitu India dan Malaysia,” pungkasnya.
Pj Gubernur Sumsel, Elen Setiadi mengatakan terhadap sektor yang ada perlu adanya hilirisas, namun memang Sumsel belum melakukan hilirisasi. "Banyak tantangan. Hilirisasi ini perlu untuk meningkatkan perekonomian di Sumsel," tuturnya.
Menurutnya, dari sisi tenaga kerja juga harus ditingkatkan skill-nya, maka ini jadi tantangan tersendiri. Industri yang ada menggunakan skill yang tingkat tinggi. Harapannya ada pelatihan-pelatihan, sehingga ekonomi bisa berkembang. Peluangnya bisa buat pelatihan secara online ataupun offline. Dari pemerintah akan diselesaikan dari sisi birokrasinya.
BACA JUGA:Ekspor RI Turun 12,97 Persen, Dipicu Lemahnya Permintaan Logam Mulia dan Perhiasan
BACA JUGA:Tren Inflasi Sumsel Melandai, Ekspor Bulanan Tembus US$503,09 Juta
"Di Sumsel memang budaya petani karet sama seperti padi. Jadi ketika sudah jadi langsung dijual. Kenapa tidak satu step lagi? Sebab, kalau diproses lagi butuh rentang waktu yang uangnya baru tersedia kemudian," katanya.
Menurutnya, prosesnya memang tidak mudah, dari hulu ke hilirnya. Dari petani apakah kualitasnya sama dengan yang diminta? Sebab terkadang kualitasnya ini belum memenuhi. Maka petani harus diedukasi terus. Tidak hanya berharap pada beratnya saja tapi isinya juga. Untuk itu para petani diharapkan lebih telaten lagi menyadap karetnya. "Hilirisasi ini tidak bisa dipaksakan, sesuai kebutuhan. Salah satu faktor penting dari hilirisasi adalah bahwa industri harus masuk ke rantai pasok (supply chain)," katanya.