"Kami realistis dengan kondisi saat ini. Tapi kami pastikan bakal ikut andil dalam kontestasi Pilgub Sumsel mendatang," pungkas Agus. Sementara, Ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sumsel, Muhammad Toha SAg menilai, lebih awal muncul lebih bagus bagi pasangan yang akan maju dalam pilkada, termasuk Pilgub Sumsel.
"Dengan sisa waktu yang tersisa beberapa bulan lagi, akan semakin bagus apabila dimunculkan dari awal," bebernya. Toha mengatakan, muncul cepat, maka warga Sumsel menjadi lebih punya waktu untuk menilai track record pasangan mana yang bakal dipilih.
"Bagi PKS, ini hal yang baik dan kami menghormati keputusan itu. PKS juga insya Allah pada waktunya nanti akan menyampaikan siapa yang bakal diusung,” tambahnya. Saat ini, PKS masih fokus mengawal hasil rekapitulasi penghitungan suara pileg sampai tingkat KPU pusat.
Sebelumnya, Ketua DPD Perindo Sumsel, Febuar Rahman juga menyambut baik kemunculan pasangan MAHAR. “Keduanya pasangan yang punya potensi besar untuk menang di Pilgub Sumsel 2024. Merupakan figur dan tokoh yang memiliki pengalaman sebagai eksekutif karena pernah jadi Wagub Sumsel dan Wali Kota Palembang," imbuhnya. Sedangkan Ketua DPD PDIP Sumsel, HM Giri Ramandha Kiemas menegaskan belum bisa berkomentar terkait berpasangannya Mawardi-Harnojoyo.
Pengamat politik Sumsel dari kalangan akademisi, Aris Munandar menilai, duet politik MAHAR akan menyulitkan Herman Deru sebagai Gubernur Sumsel periode 2018-2023 untuk kembali maju dalam Pilgub Sumsel 2024. “Pasangan Mawardi dan Harnojoyo ini merupakan pasangan tangguh. Hitungan sementara, mereka punya keunggulan dibandingkan dengan Deru,” ucapnya.
BACA JUGA:Indikasi Penggelembungan Suara-Money politic, Dilaporkan Parpol dan Warga ke Bawaslu Sumsel
BACA JUGA:Sejumlah Parpol Dana Kampanye Rp0, Berdasar LADK yang Diterima KPU di Sumsel
Menurut Aris, ada tiga faktor perilaku memilih (voting behavior) yaitu sosiologis, psikologis dan pilihan rasional. Contoh gampangnya, untuk sosiologis adalah orang memilih berdasarkan kesukuan, kekeluargaan. Misal, orang Komering memilih orang Komering, orang Jawa memilih orang Jawa, orang Besemah memilih orang Besemah.
Sementara faktor psikologis, lebih ke pesona pribadi calon. Sedangkan faktor rasional, apakah calon tersebut akan memberikan keuntungan bagi pemilih, baik kemanfaatan secara langsung, misalnya memberikan kemudahan berurusan dengan birokrasi, atau pemanfaatan sarana publik.
“Nah secara sosiologis, Deru belum menemukan pasangan. Sedangkan MAHAR sudah memiliki keuntungan yaitu terbelahnya suara pemilih antara Mawardi dan Herman Deru yang dulunya merupakan satu pasangan,” beber dia.
Keuntungan kedua, pasangan MAHAR ini berpadunya masyarakat iliran dan uluan Sumsel. “Mawardi sebagai representasi iliran dan Harnojoyo sebagai representasi masyarakat uluan,” jelas Aris.
Ditambahkannya, konsep iliran dan uluan pada awalnya merupakan dikotomi masyarakat Sumsel, baik dari segi geografis, politik, ekonomi dan sosial budaya dan agama. Sesuai perkembangan zaman, iliran dan uluan dalam konteks geografis, yaitu sebelah timur Musi sebagai iliran dan uluan Musi di sebelah Barat.
“Kisah sukses iliran dan uluan ini pernah terjadi pada Pilgub 2008. Saat Alex Noerdin duet dengan Eddy Yusuf, bersaing dengan Syahrial Oesman berpasangan dengan Helmi Yahya,” beber Aris.
BACA JUGA:Wow! Ini Jumlah LADK Parpol di OKU Timur, Ada yang Capai Rp632 Juta
BACA JUGA:PSI Membengkak, Golkar Menyusut, Revisi Dana Kampanye ParpolDari kontestasi tersebut, ada dua calon dari entitas yang sama, yaitu Syahrial Oesman dan Eddy Yusuf. Artinya suara pemilih dari entitas ini terbelah antara pendukung Syahrial Oesman dengan pendukung Eddy Yusuf. Alhasil pasangan Alex-Eddy berhasil menang besar di OKUS, Banyuasin, Muba, Lahat, Pagaralam, Empat Lawang, Mura dan Muara Enim.
“Siapa pun yang telah menjodohkan Mawardi dengan Harnojoyo orang yang sangat cerdas, betul-betul memahami sosiologi politik Sumsel,” tandasnya.