Dinilai Tak Koperatif, Mantan Kades Lubuk Mas Ditahan, Ini Kasusnya
DITAHAN: Mantan Kades Lubuk Mas, Kecamatan Rawas Ulu, Muratara, Saharudin, yang terus menutupi wajahnya dengan buku usai ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas kasus penyalahgunaan Dana Desa Sebesar Rp856 juta oleh penyidik Kejari Lubuklinggau, Rab-FOTO IZUL SUMEKS-
LUBUKLINGGAU,SUMATERAEKSPRES.ID - Penyidik Unit Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau akhirnya melakukan penahanan terhadap mantan Kepala Desa (Kades) Lubuk Mas, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Saharudin.
Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan Dana Desa (DD) tahun 2020 dan 2021 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp856 juta. Sebelum akhirnya ditahan, Saharudin dipanggil penyidik untuk menjalani pemeriksaan sejak Rabu (8/1) pagi dan selesai pada Rabu (8/1) sore.
Yang menarik, saat eluar dari dalam rumah penyidik hingga dibawa keluar dari dalam kantor Kejari Lubuklinggau menuju mobil tahanan, Saharudin berupaya terus menutup wajahnya dengan menggunakan sebuah buku berwarna coklat.
"Penyidik terpaksa melakukan penahanan terhadap tersangka yang dinilai tidak koperatif sebagai penyidikan dilakukan. Sepertti mencoba mempengaruhi para saksi untuk menghambat jalannya penyelidikan," tegas Kepala Kejari (Kajari) Lubuklinggau, Anita Asterida SH MM MH, kemarin (9/1).
Anita juga menyebut jika penyelidikan kasus ini memakan waktu yang cukup lama diantaranya karena pemeriksaan para saksi yang sebagian besar adalah warga Desa Lubuk Mas. Yang hanya dapat memberikan keterangan ketika mereka sedang tidak bekerja di ladang atau di sawah mereka.
Hingga saat ini, pihak kejaksaan baru memeriksa sekitar sepertiga dari total saksi yang diperlukan, meski ada permohonan dari tersangka untuk tidak dilakukan penahanan, pihak kejaksaan tetap mengambil langkah tegas demi kelancaran proses hukum.
Dalam perkara ini, Saharudin diduga mengelola DD secara mandiri tanpa melibatkan perangkat desa lainnya. Beberapa penyimpangan yang ditemukan di antaranya tidak menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada warga yang berhak. Tidak membayar honor guru PAUD dan marbot masjid. Tidak memberikan dana sesuai alokasi yang seharusnya.
"Kerugian mungkin terlihat kecil, tetapi jika dihitung untuk dua tahun berturut-turut, jumlahnya hampir mencapai Rp1 miliar," jelas Anita.
Tersangka diketahui kerap memanfaatkan posisinya untuk memengaruhi saksi-saksi agar tidak memberikan keterangan yang jujur. Oleh karena itu, penahanan menjadi langkah penting untuk memutus pengaruh tersebut.
"Penahanan ini bukan berarti kami tidak memiliki rasa kemanusiaan. Dokter yang memeriksa menyatakan tersangka dalam kondisi sehat. Penahanan ini kami harapkan dapat mempercepat pengumpulan bukti dan keterangan yang masih tersisa," tegas Anita.
Aksi tersangka Saharudin yang menutupi wajahnya dengan buku saat digiring ke tahanan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, sebagian menganggapnya sebagai bentuk rasa malu, sementara yang lain mengecam tindakan tersebut sebagai upaya menghindari sorotan publik.
Bahkan pengacara tersangka, Darmansyah yang mendampingi kliennya saat penahanan sempat menghalangi sejumlah awak media yang melakukan peliputan. "Minggir media, minggir media," ujarnya sambil menghalau jarak sorot sejumlah kamera.