EFISIENSI ANGGARAN DALAM KERANGKA DISRUPSI MILENIAL

SUMATERAEKSPRES.ID - VUCA (volatillity, uncertainty, complexity, dan ambiguity), suatu istilah yang berasal dari United States Army War College untuk menggambarkan kondisi akibat perang dingin yang menggambarkan situasi yang sering cepat berubah, penuh gejolak yang dinamik, tidak stabil, dan sulit diduga.
Seiring dengan situasi akhir-akhir kini yang juga melanda dunia pada umumnya yang penuh dengan kecepatan dan berdampak luas ke lini-lini kehidupan yang lain istilah VUCA tersebut juga melanda dunia bisnis dan sektor publik.
BACA JUGA:Belanja Pemda Jeblok, Ekonomi Potensi Anjlok, Efisiensi APBD se-Sumsel Tembus Triliunan
Volatility yang menggambarkan dunia berubah begitu cepat, bergejolak, tidak stabil dan tidak terduga, diiringi dengan Uncertainty yang menggambarkan kondisi masa depan yang penuh dengan persaingan yang dinamik sehingga perkiraan atau ramalan series yang berasal pertimbangan unsur-unsur variabel masa lalumenjadi tidak lagi relevan untuk memprediksi hal yang akan terjadi di masa depan.
Dunia sudah memasuki zaman post-modern yang sangat kompleks, melebihi variabel-variabel pertimbangan masa lalu yang saling berpengaruh dan mempunyai kerapatan akibat yang sangat rumit dan dinamik (compelexity). Akibat kompleksitasnya variabel yang terkait bersamaan dengan tuntutan kecepatan dan kualitas yang tinggi, dalam dunia bisnis dan sektor publik sering terjadi multi tafsir dan persepsi dalam merespon dan mensikapi suatu peristiwa (ambiguity).
Pemahaman suatu peristiwa bisnis atau hal yang berkenaan pelayanan publik memiliki banyak penafsiran dan persepsi yang disebabkan tidak hanya karena posisi dari orang yang melihat tetapi juga karena kompleksitas pengetahuannya terhadap peristiwa tersebut dan variabel lingkungan yang nyatanya terjadi dalam skema peristiwa tersebut, sehingga jika kita melihat suatu peristiwa dari kacamata kuda (satu arah), kita akan mengalami kebingungan dalam berlogika awam saat kita mendapat informasi sebenarnya dari maksud dan tujuan terjadinya peristiwa tersebut. Logika tidak hanya berjalan linear ataupun longitudinal namun dalam waktu bersamaan dia berlapis menuju arah yang lebih kompleks yang kita kenal dahulu dengan istilah “strategis”.
Keadaan tersebut dapat dilihat dari fenomena kehidupan kita saat ini. Dalam contoh yang sederhana, dahulu orang berfikir bahwa bekerja itu adalah suatu tindakan yang menyenangkan karena kita akan mendapat hasil, namun kenyataan sesungguhnya adalah bekerja itu merupakan pengorbanan energi yang kita keluarkan, sehingga sejatinya hasil kerja adalah bentuk lain dari energi yang kita keluarkan tersebut.
Karena itu dalam bekerja semakin berkualitas pengorbanan yang kita berikan, maka semakin berkualitas juga hasil yang akan didapat.
Dengan demikian, di masa milenial saat ini, bukan hanya niat yang menentukan hasil tetapi juga adalah cara (metode) ikut menentukan kualitas hasil. Karena itu dalam era milenial ini muncullah istilah “disrupsi”.
Disrupsi untuk solusi
Disrupsi adalah inovasi atau cara-cara baru yang menggantikan cara-cara lama. Disrupsi mencakup penggunaan teknologi baru, perubahan fundamental dalam proses produksi atau distribusi, kemitraan sekaligus persaingan dalam kerjasama, pergeseran perilaku konsumen yang multidimensi, lokasi atau lokus pelayanan, dan kecepatan pelayanan yang dibutuhkan.
Dalam penyelenggaraan organisasi eksekutif kenegaraan dapat dilihat perbandingan antara Kabinet Presiden Jokowi dengan Kabinet Presiden Prabowo.
Kabinet Presiden Jokowi jilid 2 (Kabinet Indonesia Maju) terdiri atas 34 orang menteri (termasuk Menteri Kordinator), pada Kabinet Prabowoada 48 orang yang merupakan kabinet yang memiliki menteri terbanyak dibandingkan kabinet-kabinet Negara indonesia sejak Indonesia merdeka.