https://sumateraekspres.bacakoran.co/

EFISIENSI ANGGARAN DALAM KERANGKA DISRUPSI MILENIAL

Pada masa era reformasi (mulai tahun 1998) jumlah anggota kabinet yang terbanyak adalah masa Kabinet Persatuan Nasional yaitu di masa Presiden Abdurahman Wahid dengan jumlah 36 orang (1988-1993).

Dari sudut anggaran negara (APBN) jika kita bandingkan pada masa Presiden Jokowi Jilid 2 (Kabinet Indonesia Maju) bahwa pada Tahun 2019 APBNsenilai Rp2.461,1 triliun, Rp2.589,9 triliun (2020), Rp2.750,03 triliun (2021), Rp3.090,8 triliun (2022), Rp3.121,9 triliun (2023),dan Rp3.325,1 triliun (2024). Anggaran masa Prabowo yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 yang baru mulai ini ini adalah Rp306,69 triliun, namun APBN 2025 ini memiliki defisit 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp616,2 triliun.

Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi suatu dinamika penataan kegiatan pembangunan dalam upaya peningkatan kesejahteraan bangsa dalam konteks pengendalian variabel-variabel terkait yang melingkupi peta jalan yang diatur.

Dalam era milenial saat ini,apakah data-data tersebut (jumlah anggaran dan jumlah anggota kabinet yang menggambarkan jumlah kementerian) menunjukkan efisiensi atau inefisiensi ? Apakah data-data tersebut menunjukkan pembangunan meningkat atau mundur ? Suatu keadaan yang ambigu. Tidak bisa dilihat dari sudut logika linear.

Disrupsi pada masa krisis ekonomi

Memasuki Tahun 2024 dunia menghadapi masa krisis baik dikarenakan terjadinya gejolak dalam hubungan dagang antar negara yang disebabkan tidak stabilnya pasokan sumber daya alam (ekonomi) yang diakibatkan tidak stabilnya fenomena alam, maupun  terjadinya peran antar negara dan perang saudara di bagian Afrika, Asia, dan Arab.Ekonomi global berpotensi tumbuh melambat pada tahun ini hingga 2025.

Hal ini disebabkan oleh semakin memburuknya peperangan di berbagai wilayah yang menyebabkan terganggunya rantai perdagangan dunia.Terjadi rawan ketidakstabilan geopolitik, fluktuasi nilai tukar mata uang, dan perubahan harga komoditas global.

Fenomena ini menunjukkan bahwa nilai mata uang tidak bisa disamakan nilainya dari waktu ke waktu.Nilai kuantitatif tidak selalu selaras dengan nilai kualitatif. Dengan demikian nilai fisiensi juga bergerak dinamis dengan sisi kuantitatif dan kualitatif.

Para negarawan, bangsawan (business man), dan ilmuwan membaca gejala alam ini sebagai anomali metode dalam menginterpretasikan fenomena. Logika yang berhimpitan dalam suatu peristiwa mengharuskan terobosan pendekatan yang bisa mencakup seluruh variabel secara harmonis.

Terjadinya milienial disruption yang diiringi digital disruption menjadi bertambah rumit dengan terjadinya pandemi covid-19 yang mendorong terjadinya kompleksitas permasalahan mulai dari akarnya.

Teknologi digital secara cepat dan masif telah mampu menggantikan beberapa pekerjaan manusia yang merubah produksi dan distribusi.

Hal yang menantang para kaum milenial yang berdasarkan catatan KPU dalam Pemilu Tahun 2024 sekitar 60 % yang kalau mengacu pertumbuhan penduduk sebelumnya yaitu  hasil sensus penduduk tahun 2020, penduduk Indonesia 25,87% merupakan generasi milenial, 27,94% generasi Z dan 10,88% generasi post generasi Z. Total 64,69 %.Sementara itu di sektor publik masih didominasi oleh kelompok usia 51 – 60 tahun.

Berarti bahwa dalam era saat ini di Indonesia sedang terjadi pertemuan antara paradigma kaum tua (tradisional) dengan kaum muda (pro milenial) dalam mensikapi gejala alam (peristiwa).

Fenomena ini menunjukkan adanya tantangan untuk melakukan terobosan dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk mensikronkan kaum tua yang cenderung mempertahankan status quo dengan kaum milenial yang kritis dan berekspektasi tinggi.

Perubahan kultur dan mindset sangat memicu kreatifitas dan terobosanbaru yang dapat mensinergiskan pemikiran antara kearifan dengan kecepatan intelektual.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan