https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Hilangnya Etika Politik

Mahendra Kusuma SH MH, (Dosen Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Palembang)-ist-

Etika dialog yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas system politik nasional. Tren politik akan memperkuat kesadaran rakyat atas hak dan kewajiban politik.

Terutama dalam melaksanakan fungsi control terhadap infrastruktur dan supra struktur politiknya.

Etika politik memang menghendaki adanya kesadaran yang dibimbing oleh penyelesaian pokok masalah secara jujur, terbuka dan damai.

Bukan sebelumnya menyikapi secara sepihak bahwa ada sesuatu yang tidak boleh di kutak-katik, melainkan justru dibahas lebih dahulu sumber ke kisruhannya.

Tanpa landasan etika politik, bukan mustahil individu atau kelompok yang menganut system nilai tertentu akan cepat-cepat menempuh jalur politik tandingan sebagai wadah menyaluran aspirasi, kendati berada di luar kerangka kelembagaan formal.

Etika sebagai variable politik adalah opini publik. Jika secara sistemati ketika politik berjalan baik-baik saja maka opini public akan berjalan seperti itu juga.

Sebaliknya, jika etika politik secara sistematik telah menyimpang dari yang disepakati semula, entah siapa pun yang menyimpangkannya, baik oleh pemerintah, partaipolitik, atau bahkan oleh sebagian dari masyarakat, opini publikakan berjalan dengan kemauannya sendiri (Tulus Warsito, 1996).

Kalau etika politik sudah menyimpang dikhawatirkan akan terjadi apa yang dinamakan oleh Herbert Feith sebagai political decay (pembusukan politik).

Pembusukan politik merupakan fenomena runtuhnya pilar-pilar etika dan moral politik yang telah disepakati bersama.

PrasyaratMutlak
Moral dan etika seharusnya dapat menjadi landasan berpolitik segenap proses, mekanisme, bahasa dan aksi politik, baik yang diperankan oleh individu maupun kelompok.

Landasan moral dan etika merupakan mata rantai kegiatan berpolitik di negeri ini, yang akan memacu kualitas atau kualitas pendidikan politik rakyat Indonesia.

Tanpa ada pegangan moral dan etika, para pemimpin bangsa kita akan bertindak otoriter.  Kalau pemimipin sudah otoriter maka rusaklah tatanan berbangsa dan bernegara. Pemimpin merasa apa yang diamanatkan kepadanya harus dikuasai.

Sebagaimana dikatakan oleh Armold Brecht dalam Political Theory: The Foundation of Tweentieth Country Political Thought (1970) gaya kepemimpinan yang otoriter berpangkal pada pandangan yang menganggap “kepemimpinan adalah suatu prinsip nilai tertinggi, mengikuti pemimpin adalah tindakan yang benar, dan melawannya adalah tindakan yang salah”.

BACA JUGA:Tegaskan Tidak Terlibat Politik Praktis, Camat-LuraH

BACA JUGA:Gelar Haji dan Fenomena Sosial Politik di Indonesia

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan