Awasi Transisi Menuju Era EV, Jangan Sampai Kebijakan Kontraproduktif
MOBIL LISTRIK : SPG Wuling memamerkan mobil listrik Airnev yang dipasarkan ke masyarakat Indonesia. Saat ini Indonesia menuju transisi era kendaraan listrik atau EV. -FOTO: EVAN/SUMEKS-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Kemenperin RI mengklaim terus mengawasi perkembangan industri otomotif nasional. Khususnya terkait proses transisi menuju era kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle, BEV).
Tujuannya jangan sampai kebijakan pemerintah yang memudahkan investor masuk ke pasar dalam negeri kontraproduktif terhadap industri yang sudah terbentuk, sebagaimana terjadi di Thailand kini.
Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Putu Juli Ardika menyatakan pihaknya akan mengoptimalkan semua sumberdaya yang ada.
Kemenperin terus memantau semua aktivitas industri di dalam negeri dan regional. Hanya saja, dirinya masih enggan berkomentar terkait potensi kejadian serupa terjadi di Tanah Air. “Kami perhatikan dengan baik,” kata dia.
BACA JUGA:Nissan Hyper Tourer, Minivan Mewah Bertenaga Listrik Masa Depan
BACA JUGA:Honda e:N1, Mobil Listrik Idola yang Cocok dengan Karakter Jalan di Indonesia, Kapan Mengaspal?
Sebelumnya Asia Nikkei memberitakan, industri otomotif Thailand tengah terpukul oleh imbas masuknya produsen mobil listrik asal China secara besar-besaran dalam dua tahun belakangan.
Kondisi ini terjadi setelah Thailand membebaskan tarif impor dari China melalui Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China dan memberikannya insentif tambahan sebesar 150 ribu bath per-unit.
Alhasil, menurut Departmen Cukai Thailand, sejak 2022, sudah ada 185.029 unit mobil listrik impor masuk dari China. Namun mobil yang teregistrasi baru 86.043 unit. Ini menandakan ada kelebihan pasokan sampai 90 ribu unit.
“Kami mengalami kelebihan pasokan kendaraan listrik karena banyak kendaraan listrik yang diimpor dari China selama dua tahun terakhir (masih berada di persediaan dealer),” kata Ketua Gabungan Industri Kendaraan Listrik Thailand (Electric Vehicle Association of Thailand, EVAT) Krisda Utamote. Kondisi tersebut membuat para produsen mobil listrik China menerapkan strategi perang harga supaya menghabiskan produk yang sudah masuk.
BACA JUGA:Mobil Listrik Cina Ini Mirip Banget dengan Alphard, Tapi Harganya Cuma Rp83 Juta, Mau Beli?
Produsen mobil BYD, pembuat kendaraan listrik terbesar di China, adalah yang paling agresif dalam pemasaran. Mereka memangkas harga model Atto barunya sebanyak 340 ribu baht, sekitar Rp 150 juta, diskon 37 persen dari harga peluncuran awal.
Langkah serupa diikuti Neta yang memangkas harga model V-II sebesar 50 ribu baht (Rp 22 juta), atau sembilan persen dari 549 ribu baht (setara Rp 248 jutaan) saat kali pertama diluncurkan.