Dia menjelaskan, proyek KA Logistik ini telah dinilai dari sisi ekonomisnya. Terutama terkait dengan keberlanjutan pertambangan batu bara di Sumsel. Meskipun pemerintah berupaya mengurangi penggunaan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), batu bara akan tetap dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti hilirisasi batu bara di Muara Enim.
BACA JUGA:Ratu Dewa Nikahkan Anak Pertama, Dihadiri Rekan Sejawat, Pj Gubernur, Hingga Pesaing Politik
“Kereta api adalah salah satu solusi terbaik. Kandungan batu bara di Sumsel cukup banyak dan masa penambangannya bisa lebih dari 20 tahun,” tuturnya saat rapat di Griya Agung, sembilan hari lalu.
Ia mengungkapkan, setidaknya ada tiga proyek yang prioritas di Sumsel. Yakni jalan tol, pelabuhan dan kereta api. "Karena untuk logistic, jadi penting semua. Untuk jalan tol juga akan kita upayakan percepatan" tambah dia.
Wahyu menambahkan, PSN di Sumsel merupakan bagian dari rencana besar pemerintah. Berdasarkan Permenko Nomor 6 Tahun 2024 saat ini ada 218 proyek dan 15 program yang tersebar pada 14 sektor di Indonesia. Dengan total nilainya Rp6.200 triliun.
Untuk di Sumsel jelas Wahyu terdata di KPPIP, ada 3 proyek yang sudah selesai dari 15 PSN di Sumsel. Kemudian ada 4 proyek yang beroperasi sebagian dan 4 dalam tahapan konstruksi, serta 2 tahap transaksi dan 2 penyiapan.
"Kami menginginkan terutama yang masih dalam tahapan translasi dan penyiapan agar bisa didorong ke tahap konstruksi. Tapi konstruksi ini harus kita pastikan terkait perizinan, ketersediaan lahan dan komitmen pembiayaan," tukasnya.
Produksi Meningkat
Ada pun untuk potensi batu bara di Lahat mencapai 2,1 miliar metrik ton (MT). Data terbaru dari Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Pemkab Lahat menunjukkan bahwa sektor batu bara tetap menjadi primadona bagi investor. Ada 33 perusahaan aktif yang mengelola dan memproduksi batu bara di daerah tersebut.
Pada tahun lalu (2023), produksi batu bara di Lahat mencapai angka luar biasa, yaitu sekitar 44 juta MT. Menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. PT Bukit Asam (PTBA) masih memegang posisi terdepan dalam hal produksi, diikuti oleh PT Bara Alam Utama (BAU), PT Muara Alam Sejahtera (MAS), dan PT Banjarsari Pribumi.
Kepala Bagian SDA Setda Pemkab Lahat, Syaifullah Aprianto, mengungkapkan, dengan potensi batu bara yang besar itu, diperkirakan baru habis puluhan tahun ke depan. "Walaupun ada 3-5 perusahaan yang mengalami penurunan aktivitas, tapi secara keseluruhan produksi batu bara naik karena permintaan pasar dan fluktuasi harga," kata Aprianto.
Untuk produksi triwulan I dan II tahun ini belum tersedia karena masih dalam proses pendataan dan pelaporan oleh perusahaan. "Kami masih menunggu hasil perekapan, penjualan, dan pelaporan dari perusahaan-perusahaan terkait. Kami telah meminta mereka untuk segera menyampaikan data produksi terbaru," tambah Aprianto. (*/gti)