PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dibanding ekspektasi. Sejalan dengan konsumsi rumah tangga yang lesu. Perlu akselerasi belanja pemerintah dan pengendalian harga pangan untuk menggenjot daya beli masyarakat.
Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia naik 5,05 persen year-on-year (YoY) sepanjang 2023. Sedangkan untuk kuartal IV 2023 tumbuh 5,04 persen YoY. Angka tersebut jauh di bawah target pertumbuhan ekonomi pada APBN 2023 ditetapkan sebesar 5,3 persen.
Head of Institutional Research Sinarmas Sekuritas Isfhan Helmy menuturkan, pertumbuhan PDB didorong oleh investasi yang tumbuh sebesar 5,02 persen YoY. Terutama ditopang oleh investasi bangunan seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur dan meningkatnya aktivitas penanaman modal. Meski, sedikit lebih rendah dari pertumbuhan di kuartal III 2023 sebesar 5,8 persen YoY.
Kinerja ekspor mencatat ekspansi setelah dua kuartal berturut-turut kontraksi. Yakni, meningkat 1,64 persen YoY didorong permintaan mitra dagang utama di tengah penurunan harga komoditas ekspor unggulan. Hanya saja, konsumsi rumah tangga yang diharapkan tumbuh lebih dari 5 persen justru tidak tercapai.
BACA JUGA:Pertumbuhan Ekonomi Sumsel Lampaui Nasional
"Konsumsi tetap lesu karena kampanye beralih ke media sosial. Konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari setengah dari PDB hanya naik 4,5 persen pada kuartal IV 2023. Laju terendah dalam hampir dua tahun dengan masyarakat kelas menengah atas mengalihkan pengeluaran dari dari sektor konsumtif ke produktif," terang Isfhan.
Menurut dia, laju pertumbuhan PDB 2024 akan lebih rendah dari pencapaian sepanjang tahun lalu. Kontribusi saldo eksternal negatif terhadap PDB. Karena prospek neraca perdagangan tampak lebih suram tahun ini.
Ekonomi global yang lemah juga dapat membuat pengiriman ekspor tetap lesu. Selain itu risiko terhadap ekonomi tetap ada. Sebab, inflasi pangan meningkat pada Januari 2024. Sedangkan nilai tukar rupiah yang volatile mungkin membuat Bank Indonesia (BI) berhati-hati untuk melakukan pemotongan suku bunga di semester I 2024.
"Dengan probabilitas pemangkasan suku bunga di semester II 2024.
Secara overall kami perkirakan pertumbuhan PDB sebesar 4,9 persen di 2024 full year, ditopang pertumbuhan domestic demand sebesar 5 persen. Namun akan tergerus kontribusi negatif dari faktor external balance yang membuat pertumbuhan PDB secara overall sedikit lebih rendah," jelas Isfhan.
BACA JUGA:RI Lebih Tangguh Dibanding Negara G20, Kinerja Perekonomian Growth 5,05 Persen
Dari pasar modal, pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) akan lebih berpengaruh pada sentimen Pemilu. Jika akan berlangsung dua putaran, maka ketidakpastian akan membuat dana asing keluar dari pasar saham.
"Hal ini pernah terjadi pada 2004, dimana dalam kurun waktu antara dua bulan setelah hasil pemilu putaran pertama ditetapkan, IHSG tercatat turun hingga 18 persen," imbuhnya.
Namun, keadaan berbalik sejak pemilu putaran kedua dilaksanakan pada 20 September 2004. Saat itu IHSG berhasil mencatatkan rally 22 persen. Artinya, skenario dua putaran bakal memberikan tekanan jual di pasar saham dan membuat IHSG turun hingga dibawah level 7.000. Setidaknya sampai Mei 2024.
Pasar saham akan berbalik arah jelang pelaksanaan pemilu putaran kedua pada 26 Juni 2024. Didorong sentimen jika elektabilitas salah satu capres unggul jauh. Dengan demikian, indikasi pemenang pemilu sudah dapat tergambarkan.
"Jika ini terjadi dan pemenang pemilu sesuai ekspektasi pasar, maka IHSG akan mampu tutup tahun di level 7.800," tandas Ishfan. Sektor-sektor yang biasanya mempunyai performa cukup baik setelah pemilu antara lain, industrial estate dan infrastruktur. (jp/fad)