Terkadang, masyarakat memiliki persepsi yang berbeda terkait kekuatan hukum Grondkaart, yang seringkali menjadi pemicu konflik kepemilikan lahan.
Selain Grondkaart, PT KAI juga merujuk pada surat Menteri Keuangan No. S-II/MK.16/1994 tanggal 24 Januari 1995.
BACA JUGA:PNS Pakai Kuning Khaki, PPPK Hitam Putih, Penggunaan Atribut Pakaian Dinas
BACA JUGA:Kejari Naikkan Status Kadishub Prabumulih Jadi Tersangka, Martodhi Keluar Pakai Rompi Tahanan
Surat tersebut menyatakan bahwa tanah yang diuraikan dalam Grondkaart merupakan kekayaan negara yang dipisahkan sebagai aktiva tetap Perumka. Oleh karena itu, tanah-tanah tersebut perlu dimantapkan statusnya menjadi milik atau kekayaan Perumka yang saat ini dipegang oleh PT KAI (Persero).
"Keberhasilan PTKAI dalam perkara ini, dengan dikabulkannya seluruh gugatan di pengadilan dan menyatakan batal atau tidak sah surat penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM), serta memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Muara Enim selaku Pihak Tergugat untuk mencabut sertifikat sebagaimana dimaksud, akan menambah semangat kami untuk terus berupaya mengembalikan aset negara dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," lanjut Aida.
Beberaa nomor perkara yang terlibat dalam gugatan ini melibatkan pemilik sertifikat hak milik (SHM) atas nama Chrysantus Hasan Taslim, Kusman, Dra. Rita Dewi Sartika, Suryadi, Sugiono, Jamsul, Sudarno, Sri Lestari, M Ridwan, Alfi Jari, Udiyatno, Anik Susanti, dan Subagio.
Keberhasilan ini sekaligus menunjukkan komitmen PT KAI dalam mendukung program pemerintah. Tanah yang berada di Kecamatan Sigam dan Kecamatan Penanggiran Kabupaten Muara Enim akan digunakan untuk pembangunan Fly Over Gelumbang dan Bantaian, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk mendukung keselamatan di perlintasan sebidang di wilayah Sumatera Selatan.