40 Persen Pinjaman Paylater Anak Muda, Macet Jadi Riwayat Nasabah, Tidak Bisa KPR
--
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Belakangan penawaran paylater sangat masif, khususnya di platform marketplace. Banyak masyarakat memanfaatkannya saat berbelanja online dan banyak pula kaum muda.
Tapi ironisnya, beberapa konsumen justru terutang atau gagal bayar sehingga membuat mereka tak bisa mengakses KPR (kredit pemilikan rumah).
“Beberapa marketplace punya fitur paylater, jika belum punya uang saya selalu memanfaatkannya,” ungkap Kurniati, warga Jl Sosial Km 5 ini. Ia menyebut prosedur pembelian dengan paylater memang cukup gampang dengan cicilan pada tempo tertentu, seperti misalnya saat berbelanja di Shopee.
Selama ini, Kurniati menyebut ia sendiri selalu tepat waktu, karena ada peringatan jika terlambat bayar. “Takutnya juga masuk BI Checking kalau macet,” tuturnya. Ekonom Sumsel sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas MDP, Idham Cholid SE ME mengingatkan agar hati-hati menggunakan paylater, karena kemajuan financial technology mengubah pola transaksi, investasi, bahkan pinjaman sebagian masyarakat.
BACA JUGA:Waspada! 5 Kosmetik Ilegal Ini Paling Banyak Dicari di Marketplace, BPOM RI: Bisa Picu Kanker Kulit
“Kemudahan yang diberikan dan dimanfaatkan para konsumen ini memang sebagian justru membuat mereka terjebak pada pinjaman yang telat dibayar alias kredit macet,” tegasnya.
Idham menyebut memang saat ini mayoritas platform e-commerce atau perusahaan kemudahan pembayaran dengan paylater tanpa memperhatikan kemampuan dan karakteristik para peminjam. Tujuannya tak lain meningkatkan omset penjualan pada marketplace dan pembiayaan paylater.
"Di Perbankan sebelum meminjam atau mengajukan kredit itu sudah pasti melihat 5C nasabah (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral). Bahkan BI menambahkan 1 C lainnya yaitu constraint, namun berbeda dengan platform yang menawarkan paylater, prinsip kehati-hatian tidak banyak diterapkan, bahkan cenderung diabaikan," ujarnya.
Akibatnya beberapa nasabah paylater pun terjebak pinjamannya sendiri dan tidak mampu melunasinya karena dari sisi kemampuan memang tidak ada. "Permasalahannya saat ini banyak kaum milenial, generasi Z, dan anak-anak muda ikut terjebak paylater ini," katanya.
Gaya hidup hedon dan penuh glamor yang mendorong tingkat konsumsi anak-anak muda makin tinggi, namun tidak diikuti kemampuan finansial untuk membayar.
Sifat lebih mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan semakin membuat pola konsumsi yang tidak sehat. "Dari OJK telah memperlihatkan lebih dari Rp25 triliun pinjaman melalui Buy Now Pay Later (BNPL) belum tertagihkan. Angka ini berasal dari sekitar 13 juta pengguna dan merupakan dua kali lipat dari angka kartu kredit yang ada,” tegasnya.
BACA JUGA:Marketplace Guru Batal Mulai 2024
BACA JUGA:Kembangkan IBS, Marketplace Produk UMKM