Harapan Konsolidasi Pasca Kontestasi Pemilihan Gubernur Sumatera Selatan

Mendagri Tito Karnavian pelantikan serentak kepala daerah hasil Pilkada 2024 akan digelar pada 20 Februari 2025, meski ada penundaan akibat sengketa. Pemerintah Sumsel telah siap dengan persiapan pelantikan. Foto:Agustina/Sumateraekspres.id--
SUMATERAEKSPRES.ID - Keriuhan pesta demokrasi dalam tingkat local (Pilkada) telah usai, banyak catatan, dan banyak peristiwa yang menarik kita kulik lebih dalam. Sejarah terjadi, Ketika pertama kalinya Indonesia mengadakan kontestasi pemilihan kepala daerah secara serentak.
Asumsinya pilkada serentak dilaksanakan dengan tujuan efektivitas anggaran dan efisiensi waktu, dalam aspek politik pemilihan secara serentak dapat mengurangi ketegangan politik di setiap daerah, karena konsentrasi tidak hanya tertuju pada satu lokus saja.
BACA JUGA:Hilangkan Perbedaan, Satukan Visi dan Misi, DPRD Umumkan Pemenang Pilkada
BACA JUGA:Semua Gugatan Sengketa Pilkada se-Sumsel Kandas di MK, Pelantikan Serentak 20 Februari
Dinamika 27 November 2024
Potret peristiwa besar pada tanggal 27 November 2024 tidak hanya terjadi di Sumatera Selatan. Hajat besar tersebut dirasakan oleh semua daerah di Indonesia. Dinamika yang terjadi disetiap daerah pasti berbeda, hal tersebut dikarenakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi jalannya pilkada.
Latar belakang masyarakat, sejarah dinamika politik, konflik politik, hingga money politik menjadi factor-faktor yang mempengaruhi eskalasi/atau deeskalasi kontestasi pilkada di setiap daerah.
Sumatera Selatan menjadi salah satu Provinsi terbesar di Indonesia memulai hajat demokrasi jauh sebelum kontestasi ini beralangsung. Deklarasi pasangan calon bertebaran di mana-mana, dengan tujun untuk meningkatkan elektabilitas dan aksepbilitas di tengah masyarakat.
Namun, pada akhirnya adalah tetap partai politik yang memiliki penentu untuk “kapal” siapa yang berlayar dalam pemilihan Gubernur tahun 2024.
Banyak tokoh bermunculan untuk “menjual” diri kepada partai politik hingga memperkenalkan dengan berbagai media ke tengah masyarakat. Menurut hasil berbagai macam survey pendahulu ada beberpa tokoh kuat yang mungkin bisa berpeluang dalam kontestasi pilkada mendatang, namun pada akhirnya hanya ada 3 paslon yang mendapatkan restu partai politik yaitu Herman Deru-Cik Ujang, Eddy Santana-Riezky Aprilia dan Mawardi yahya-Anita Noeringhati.
Tiga pasangan calon yang akhirnya berkontestasi memang sangat dinamis, ada yang muncul dari awal pertarungan ada yang deklarasi menjelang penutupan.
Hal tersebut merupakan dampak dari dinamika politik menjelang penetapan calon gubernur terjadi ‘gonjang-ganjing’ terutama pasca keluarnya putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 yang berisi tentang syarat pengajuan pencalonan kepala daerah, berdampak pada beberapa perubahan arah politik.
Dinamika menjelang, waktu pemilihan hingga pasca pencoblosan menjadi daya Tarik tersendiri dalam proses pilkada 2024, namun yang lebih penting adalah bagaimana proses setelah keterpilihan.
Saling menampilkan citra terbaik dalam diri setiap pasangan calon, wajar terjadi menjelang proses pencoblosan, tensi yang timbul pun akan semakin naik Ketika menjelang proses pemilihan, dan hal tersebut terjadi dimanapun di dunia dan menjadi konsekuensi proses pemilu.