https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Sakit, Pemeriksaan Mantan Sekda Ditunda, Kasus Dugaan Korupsi Penjualan Aset Yayasan Batanghari Sembilan

DIPERIKSA : Jaksa lakukan pemeriksaan terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan. Untuk mantan Sekda HRB ditunda karena sakit.-foto: budiman/sumeks-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID –Dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan kembali menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel, Kamis (30/1). 

Keduanya, Yuherman (YHR), mantan Kasi Pemetaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang dan Usman Goni (USG) selaku kuasa penjual. “Dua tersangka diperiksa penyidik untuk melengkapi berkas perkaranya,” jelas Kasipenkum Kejati Sumsel, VannyYuliaEka Sari SH MH.

Untuk YHR diperiksa sebagai tersangka, sedangkan USG sebagai saksi. "Keduanya diperiksa penyidik sejak pukul 13.00 WIB sampai selesai. Ada kurang lebih 20 pertanyaan," bebernya.

Sedangkan untuk pemeriksaan tersangka Harobin (HRB) ditunda karena yang bersangkutan dalam kondisi sakit. "Untuk tersangka HRB akan dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan ulang," imbuh Vanny.

Untuk diketahui, Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel sebelumnya telah menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan berupa sebidang tanah seluas 3.646 meter persegu di Jalan Mayor Ruslan Kelurahan Duku, Kecamatan IlirTimur II Palembang.

BACA JUGA:Kasus Korupsi YBS: Penyidik Periksa Dua Tersangka, Pemeriksaan Harobin Ditunda

BACA JUGA:Perkaya Diri Hingga Foya-Foya, Marak Oknum Kades Kasus Korupsi Dana Desa di Sumsel

 Ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan penyidik. Yakni HRB yang merupakan mantan Sekda Pemkot Palembang. Kemudian, YHR), mantan Kasi Pemetaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang. Terakhir, USG selaku kuasa penjual.

Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel, Umaryadi SH MH mengatakan, dugaan kerugian negara berdasarkan laporan hasil audit sebesarRp11.760.000.000.

Modus yang dilakukan yakni prosedur penerbitan sertifikat tidak sesuai ketentuan, dengan memanipulasi data terhadap objek dan membuat surat keterangan identitas palsu. 

Ketiganya dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan subside Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan