JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Penghapusan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tonggak baru dalam demokrasi Indonesia.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai putusan MK mampu menghadirkan hak yang setara bagi setiap partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden-wakil presiden.

BACA JUGA:Pentingnya Mahkamah Etik untuk Memperbaiki Etika Penyelenggara Negara

BACA JUGA:Siapkan Dirimu! Inilah Formasi Penerimaan CPNS Mahkamah Agung Tahun 2024, Cek Kriteria dan Syarat-syaratnya

‘’Langkah ini diharapkan tak hanya memperkuat prinsip kesetaraan, tetapi juga membuka ruang kompetisi politik yang lebih adil dan inklusif, menghindarkan masyarakat dari polarisasi, dan memperluas alternatif pilihan bagi rakyat Indonesia," kata Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil dalam keterangannya, Jumat (3/1).

Dikatakan, tantangan implementasi tetap harus diantisipasi dengan baik. Pemerintah, DPR, KPU, dan seluruh pemangku kepentingan harus memastikan perubahan aturan ini dapat diintegrasikan ke dalam sistem pemilu yang diakomodasi melalui revisi UU pemilu yang saat ini telah masuk ke prolegnas.

‘’Dengan revisi Undang-Undang Pemilu yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, DPR dan pemerintah diharapkan menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi ini sebagai dasar merancang aturan pemilu yang baru," ucap Fadli. 

Perludem percaya keputusan ini membuka jalan bagi terciptanya demokrasi yang lebih sehat, kompetitif, dan inklusif di Indonesia.

‘’Saya mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung implementasi putusan ini. Serta mendorong pemerintah dan partai politik untuk berkomitmen menciptakan sistem politik yang menjunjung tinggi hak memilih dan dipilih sebagai wujud kedaulatan rakyat,’’ ujarnya.

Dikatakan, putusan ini hanya hanya sebuah akhir, melainkan awal dari perjuangan panjang menuju demokrasi yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1).

MK menyatakan, norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

BACA JUGA:TOK! OJK Nyatakan Menghormati Putusan Mahkamah Agung Terkait Gugatan Pinjaman Online