Mengungkap Sejarah Sungai Cinteren: Tempat Muslim Tiongkok Membuka Pesantren di Palembang
Lorong Cinteren, terdapat Sungai Cinteren, saksi bisu perjalanan sejarah Muslim Tiongkok di Palembang, menyimpan cerita budaya yang terlupakan. Foto: budiman/sumateraekspres.id--
Banyak warga yang tidak lagi mengenal sejarah di balik nama-nama sungai ini. Namun, bagi Azim Amin, Abu Hanifah, dan Kgs H Muhammad, kisah-kisah tentang Sungai Cinteren adalah warisan yang harus terus dilestarikan.
Mereka berharap generasi muda dapat memahami dan menghargai sejarah panjang yang menjadikan Palembang sebagai kota multikultural yang kaya akan tradisi.
Azim Amin berpesan, "Sejarah ini perlu diceritakan kembali, supaya orang-orang muda tahu bahwa Palembang punya banyak cerita, bukan hanya tentang Jembatan Ampera atau pempek, tetapi juga tentang Sungai Cinteren dan Sungai Pabrik yang menjadi bagian penting dari perjalanan kota ini."
Dengan mengenang kembali jejak-jejak masa lalu ini, diharapkan masyarakat Palembang dapat terus merawat warisan budaya dan sejarah yang ada, agar tidak hilang tergerus oleh waktu.
BACA JUGA:Tradisi dan Legenda Sungai Soak, Saksi Bisu Peradaban Warga Gandus di Palembang
Untuk diketahui sungai Cinteren, sebuah sungai kecil yang membelah beberapa kawasan di kota Palembang, mungkin tak sepopuler Sungai Musi yang ikonik.
Namun, keberadaannya mengandung jejak sejarah yang tak ternilai. Di tengah hiruk-pikuk pembangunan dan modernisasi,
Sungai Cinteren tetap menjadi saksi bisu perjalanan kota Palembang sejak zaman kolonial hingga masa kini. Sungai ini menjadi penting dalam konteks sejarah, ekologi, dan budaya bagi masyarakat setempat.
Sungai Cinteren sudah dikenal sejak masa kolonial Belanda. Pada masa itu, sungai ini menjadi jalur penghubung yang vital bagi aktivitas perdagangan dan pengangkutan barang di sekitar Palembang. Berlokasi di wilayah yang kini ramai dengan perumahan dan pusat bisnis,
Sungai Cinteren dahulu mengalir dengan deras, menghubungkan wilayah permukiman penduduk asli dengan kawasan perdagangan yang dikuasai oleh kolonial.
Sejarah mencatat bahwa Sungai Cinteren sempat menjadi pusat aktivitas ekonomi masyarakat. Banyak warga menggantungkan hidup mereka pada keberadaan sungai ini, mulai dari kegiatan memancing, pengangkutan hasil bumi, hingga perdagangan kecil di sekitar bantaran sungai.
Rumah-rumah tradisional panggung yang masih bisa ditemukan di beberapa sudut kawasan sekitar sungai menjadi bukti bagaimana masyarakat dahulu hidup berdampingan dengan aliran air ini.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, perkembangan kota yang semakin pesat membuat peran ekologis Sungai Cinteren mulai terabaikan. Aliran sungai yang dulu jernih kini mengalami pendangkalan dan pencemaran.
Aktivitas manusia seperti pembuangan sampah sembarangan dan limbah dari rumah tangga memperparah kondisi sungai, mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati yang dulu menjadi bagian dari ekosistem sungai tersebut.