Loloskan Gibran Cawapres, Komisioner KPU Bisa Dinyatakan Bersalah dalam Sidang DKPP
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dalam debat cawapres di JCC, Jumat malam (22/12). FOTO: REPRO--
BACA JUGA:Maruarar Sirait Mundur dari PDI Perjuangan, Putuskan Ikuti Langkah Politik Jokowi
"Sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan (notoire de feiten) bahwa KPU sebelumnya selalu mengubah Peraturan KPU setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Ini dalam hukum, disebut asas pelaksanaan putusan," kata Koordinator TPDI 2.0, Patra M. Zen, dalam keterangan yang sama.
Ia mencontohkan, MK dalam Perkara Nomor 20/PUU-XVII/2019 norma tentang warga yang belum mendapat e-KTP dapat menggunakan surat rekam e-KTP untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara.
Amar putusan MK ini baru dapat dilaksanakan (dieksekusi) setelah KPU menerbitkan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Contoh lain, MK dalam Perkara Nomor 85/PUU-X/2017 memutuskan semua orang yang punya hak pilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) dengan menggunakan KTP atau Kartu Keluarga (KK).
BACA JUGA:Isu netralitas beberapa hari terakhir jadi sorotan, KPU Warning ASN !
Amar putusan dalam Perkara Nomor 85/PUU-X/2017 ini baru berlaku setelah KPU menerbitkan aturan baru.
Dari 2 contoh tersebut, menurut mereka, dapat disimpulkan Putusan MK tidak berlaku secara serta merta sebagai pedoman KPU dalam menyelenggarakan Pemilu.
"Mengapa terjadi perbedaan perlakuan terhadap Gibran? Apa karena dia anak Presiden?" tanya Patra.