PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Terhitung 18 Oktober 2024, pelaku usaha menengah dan besar di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal bagi produk mereka, sesuai ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta PP Nomor 39 Tahun 2021. Peraturan ini mencakup produk makanan, minuman, hasil sembelihan, serta jasa penyembelihan.
Pasal 140 dari PP 39 Tahun 2021 menetapkan batas akhir kewajiban bersertifikat halal bagi kategori tersebut hingga 17 Oktober 2024. “Oleh karena itu mulai 18 Oktober 2024, produk yang belum bersertifikat halal akan menghadapi konsekuensi berupa sanksi administratif,” ungkap Kabag Tata Usaha Kanwil Kemenag Sumsel sekaligus Ketua Satgas BPJPH Kanwil Kemenag Sumsel, Win Hartan dalam Rapat Koordinasi Pengawas Jaminan Produk Halal di seluruh Indonesia, termasuk wilayah Sumsel di Aula MAN 3, kemarin.
Dia pun menekankan pentingnya pelaku usaha segera mendaftarkan produk mereka ke Satgas Halal Kementerian Agama atau lembaga terkait lainnya. "Saya mengimbau seluruh pelaku usaha segera mendaftarkan produknya. Saya juga meminta seluruh kantin di madrasah ikut serta dipastikan telah bersertifikat halal,” ungkapnya lagi.
Dalam upaya memastikan kepatuhan terhadap regulasi jaminan produk halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag RI menggelar rapat koordinasi ini. Hadir Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal BPJPH Kemenag RI, Dzikro. Ia menjelaskan rakor ini bagian dari persiapan pengawasan serentak yang akan dimulai 18 Oktober 2024.
BACA JUGA:Sertifikasi Halal Melonjak 700%: Bagaimana Teknologi Memegang Peran Kunci
BACA JUGA:BPJPH Klarifikasi Kontroversi Sertifikasi Halal untuk Produk Berjudul Nyeleneh
"Sanksi dapat berupa peringatan tertulis, larangan peredaran, atau bahkan penarikan peredaran barang. Jadi mulai 18 Oktober 2024 tim terkait akan mulai melaksanakan pengawasan serentak di seluruh wilayah Indonesia," jelas Dzikro.
Menurutnya, BPJPH telah menyusun pedoman teknis pengawasan tahap pertama melibatkan masukan dari beberapa lembaga terkait. Rakor ini juga membahas tiga poin utama, yaitu penjelasan teknis pengawasan yang tertuang dalam pedoman, tata cara penyampaian data hasil pengawasan, serta teknis administrasi kegiatan.
Dalam pengawasan tahap awal, pendataan akan difokuskan pada pelaku usaha yang diduga belum melaksanakan kewajibannya mendaftarkan sertifikasi halal. Sekretaris Satgas Halal Kanwil Kemenag Sumsel, H Yauza Effendi, menambahkan fokus pengawasan di wilayah Sumsel mencakup berbagai sektor usaha menengah dan besar.
Objek pengawasan tersebut, antara lain rumah potong hewan/unggas, restoran, rumah makan, resto hotel, serta produk makanan dan minuman kemasan yang beredar di pasar modern maupun tradisional. “Kami akan fokus pada pelaku usaha yang berada di kategori menengah dan besar karena mereka memiliki tanggung jawab besar memastikan produk yang beredar telah bersertifikat halal,” ujarnya.
BACA JUGA:Kerja Sama Ekonomi Halal, RI Buka Halal International Trust Organization di Jepang
Kewajiban sertifikasi halal ini bukan hanya bentuk pemenuhan regulasi, juga dapat memberikan dampak positif bagi pelaku usaha. Dengan memiliki sertifikat halal, produk-produk yang dihasilkan memiliki daya saing lebih tinggi dan dapat dipercaya konsumen, khususnya yang beragama Islam. Hal ini juga membuka peluang pasar lebih luas, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional yang mengutamakan produk halal.
Di sisi lain, kewajiban ini juga menjadi tantangan bagi pelaku usaha, terutama dalam hal biaya dan proses administrasi pendaftaran. Oleh karena itu, peran pemerintah dan BPJPH sangat penting dalam memberikan pendampingan kepada pelaku usaha agar proses sertifikasi dapat berjalan dengan lancar.