Setelah uap air naik ke atmosfer, uap air tersebut akan mengalami kondensasi.
Proses ini terjadi ketika uap air yang panas naik ke lapisan atmosfer yang lebih dingin, sehingga mengalami penurunan suhu.
Ketika uap air mendingin, partikel-partikel uap air berkumpul dan berubah kembali menjadi tetesan air kecil. Tetesan ini kemudian membentuk awan.
Awan ini tidak hanya terdiri dari air cair, tetapi juga bisa mengandung partikel es jika suhu atmosfer sangat rendah.
Proses kondensasi ini biasanya dipengaruhi oleh partikel-partikel kecil di udara, seperti debu atau polutan, yang bertindak sebagai inti kondensasi di mana uap air dapat menempel dan membentuk tetesan air.
BACA JUGA:Kapan Sumsel Mulai Musim Hujan? Begini Penjelasan BMKG!
BACA JUGA:14 Tips Ampuh Menjaga Kesehatan dan Tetap Fit di Musim Hujan
3. Pembentukan Awan
Awan terbentuk ketika uap air yang terkondensasi berkumpul dalam jumlah yang cukup banyak.
Pada awalnya, awan yang terbentuk mungkin tidak cukup besar untuk menghasilkan hujan.
Namun, ketika proses kondensasi terus berlangsung, awan menjadi semakin tebal dan berat.
Awan yang sangat tebal ini dikenal sebagai awan kumulonimbus, yang sering menjadi tanda datangnya hujan lebat, badai, atau bahkan petir.
Selain ketebalan, ketinggian awan juga berperan dalam menentukan apakah hujan akan turun atau tidak.
Awan yang terbentuk di lapisan atmosfer yang lebih rendah cenderung menghasilkan hujan ringan, sedangkan awan yang terbentuk di ketinggian yang lebih tinggi biasanya menghasilkan hujan yang lebih deras.
BACA JUGA:14 Jenis Tanaman yang Cocok Ditanam Saat Musim Penghujan
BACA JUGA:Harus Tahu, ini Loh Cara Aman Mengolah Air Hujan untuk Dikonsumsi!