“Kalau dilihat yang dilihat dari aktor-aktor intelektual penggerak acara civitas akademika yang mengkritik, itu ditenggarai masih ada kaitan dengan paslon-paslon yang berkontestasi ini. Dan itu tidak bisa dipungkiri ini akan sangat jahat secara demokrasi,” ungkapnya.
BACA JUGA:Jelang Pemilu, KPU Lahat Bakar Surat Suara, Kenapa?
BACA JUGA:Demi Menyukseskan Pemilu, Muba Pastikan Jaringan Internet Lancar
“Karena akan memframing masyarakat seolah-olah universitas atau kampus ini yang mengeluarkan statement resmi, hasil pembahasan ilmiah. Padahal kan aturan untuk menyatakan statement resmi harus di depan seminar maksudnya diskusi yang memang ada dasar ilmiahnya. Jadi ini adalah framing agar masyarakat terkelabuhi bahwa ini adalah seolah-olah resmi dari kampus padahal ini adalah suara oknum atau subjektivitas,” tambahnya.
Selain itu, dikatakan Kun, adanya massa yang memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Sabtu (10/2) lalu merupakan indikasi bahwa demokrasi kita baik-baik saja.
"Dari 200 ribu massa, menjadi 600 ribu massa, itupun terus berdatangan dan juga partai-partai pengusung paslon yang tidak sejalan dengan program pemerintah, Paslon 01 dan Paslon 03 masih bersatu bareng di kabinet bersama partai partai Koalisi Indonesia Maju, pengusung Prabowo Gibran,” ungkapnya.
Sebelumnya, pada Selasa 6 Februari lalu, KA2UI juga berkumpul di Taman Lembang Jakarta yang dihadiri Alumni Lintas Fakultas dan Lintas Angkatan di UI. Pertemuan itu telah menghasilkan pernyataan sikap dalam menanggapi dinamika politik terkini dimana banyak politisasi kampus yang terang-terangan dilakukan oleh para guru besar.
BACA JUGA:KPU Sumsel Pastikan Pastikan Logistik dan TPS Selesai Malam Ini
"Bahwa KA2UI patut mengulangi lagi apa yang dimaksud dengan kebebasan mimbar akademik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 10 ayat (3) dalam PP Nomor 75/2021,” jelasnya.
KA2UI juga merespons pernyataan sekelompok orang yang menamakan diri sebagai civitas akademika Universitas Indonesia yang dibacakan oleh Prof. Harkristuti Harkrisnowo dimana seluruh pernyataan yang diberikan yaitu sebanyak 4 poin sama sekali bukan di ruang diskusi, debat atau seminar tetapi di sela Dies Natalis yang dihadiri berbagai kalangan.
"Penggunaan pelbagai atribut keilmuan, sekalipun itu melekat dengan pribadi masing-masing, bercampur dengan mahasiswa dan alumni dalam kegiatan itu terasa sekali jauh dari dari nuansa akademis dan nilai-nilai dasar uang menjadi visi, misi dan tujuan UI. Martabat Dies Natalis UI telah dengan sengaja dikerdilkan dengan kegiatan non akademis tersebut," ujarnya
Lebih lanjut dalam pernyataan sikap yang dibacakan, Kun mengatakan, seluruh stakeholders, baik dalam bentuk lembaga negara, masyarakat sipil hingga partai-partai politik perlu untuk melakukan rembug nasional pasca pemilihan umum 14 Februari 2024.
BACA JUGA:Kebanjiran! 24 TPS di Muratara Terpaksa Terpaksa Dipindah, Berikut Daftarnya!
"Sebelum momentum itu, diperlukan sikap mawas diri dari seluruh kalangan termasuk civitas akademika UI dalam bentuk menahan diri untuk memberikan pernyataan-pernyataan yang provokatif dan kontraproduktif bagi rakyat Indonesia", jelasnya