“Yang jadi perhatian, jumlah barang buktinya meningkat sekitar 1.000 persen. Mencapai 1.048,11 ton minyak bumi dan olahan. Serta 153 illegal refinery (penyulingan minyak ilegal),” papar Kapolda. Barang bukti lain, 20 unit motor, 39 unit mobil, dan 41 unit truk, serta 2 kapal tanker.
Mengapa masih ada sumur minyak ilegal dan tempat penyulingan ilegal, menurut Kapolda, karena jumlahnya terlalu banyak. “Tidak ada angka yang pasti, hanya perkiraan sekitar 7.000-an. Jika yang sudah kami tutup 297 sumur, berarti ada 6.800-an sumur yang masih beroperasi,” tuturnya.
Karena itu tadi, berhubungan dengan masalah sosial, budaya, ekonomi, dan kemampuan Polri untuk melakukan penegakan hukum. Pihaknya sudah berulang kali mendesak kementerian terkait supaya ini dilegalkan.
BACA JUGA:Bangun SPALDT Hingga Flyober Simpang Sekip, Ini Dia Kegiatan Infrastruktur Lain di Palembang
“Namun kesulitannya terkait dengan lingkungan hidup. Pengelolaan minyak sangat tidak ditoleransi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI,” bebernya.
Sebab, industri minyak oleh masyarakat ini tidak memperdulikan Health Safety Security and Environment (HSSE). “Karena itu tidak diizinkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ungkapnya.
Illegal Fishing
Di bagian lain, untuk ungkap kasus illegal fishing tahun 2023 ini ada 2 perkara dengan 7 orang tersangka oleh Ditreskrimus Polda Sumsel. “Barang buktinya 223.956 ekor benih lobster jenis pasir, dan 18.510 benih lobster jenis mutiara. Kerugian negara sebesar Rp25.172.000.000.000,” jelas Kapolda.
Penegakan hukum tahun 2023 ini, lebih rendah dari tahun 2022. Dimana amankan 340.402 ekor benih lobster jenis pasir, dan 22.210 benih lobster jenis mutiara. “Kerugian negara ungkap kasus tahun 2022 lalu, sebesar Rp37.371.700.000.000,” sampainya.
Kerugian negara dari praktik illegal fishing ini, nilainya fantastis. “Karena bila sudah sampai di Batam atau Singapura, harganya bisa Rp125 ribu per ekor. Untuk wilayah Sumsel, penyelundupan ini melalui sungai-sungai di wilayah Banyuasin dan Musi Banyuasin,” kata suami dari Ny Evi Rachmad Wibowo.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Polri, dan Bea Cukai, terus melakukan penegakan hukum illegal fishing, karena benih lobster atau benur iimerupakan rantai makanan. “Kalau benur ini terus diambil secara ilegal, ikan tidak ada makanan. Nelayan juga yang kesulitan mencari ikan,” jelas Kapolda.
Sementara penduduk Indonesia cukup banyak, akan kebutuhan ikan. Belum lagi ikan-ikan dicuri kapal nelayan negara tetangga. “Kita memerlukan ketahanan pangan untuk negara kita,” tegas Rachmad, yang juga pernah menjabat Dirtipid Siber Bareskrim Polri. (air)