Penderita Gagal Ginjal Rentan Hiperkalemia, Picu Komplikasi Hingga Kematian
CUCI DARAH : Penderita gagal ginjal melakukan hemodialisa atau cuci darah di rumah sakit sebagai prosedur pengobatan akhir akibat ginjal yang sudah rusak. -foto: sumeks-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Penderita penyakit gagal ginjal kronis (PGK) rentan mengalami hiperkalemia atau peningkatan kadar kalium dalam darah. Jika tidak terdeteksi dengan cepat, kondisi hiperkalemia pada penderita PGK bisa menyebakan komplikasi hingga kematian.
Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr Pringgodigdo Nugroho SpPD-KGH, menerangkan, ancaman hiperkalemia sangat rentan muncul pada pasien yang menderita gagal jantung, diabetes mellitus dan bagi mereka yang mengonsumsi obat tekanan darah.
Namun, bagi penderita PGK, mereka lebih rentan terkena hiperkalemia dengan risiko antara 40 persen hingga 50 persen.
Hiperkalemia merupakan kondisi ditandai tingginya kadar kalium dalam darah yang dapat mengancam jiwa. Episode hiperkalemia pada pasien dengan PGK bisa meningkatkan kemungkinan kematian dalam waktu satu hari setelah kejadian.
Bahkan pada kondisi gagal ginjal level lima, ungkapnya, risiko kemunculan hiperkalemia bisa sampai sebelas kali lebih berpotensi daripada mereka yang tidak menderita PGK memiliki risiko 1 kali saja. “Kasus ringan PGK mungkin tidak menimbulkan gejala, namun jika diagnosisnya terlambat dari hiperkalemia bisa menyebabkan henti jantung dan kematian,” paparnya.
BACA JUGA: Operasi Kesepuluh Transplantasi Ginjal Bisa Mandiri
BACA JUGA:Bakal Gelar Cangkok Ginjal Ke-9, Pasien Ke-8 Stabil, Pendonor Boleh Pulang
Untuk itu, penting mendorong pemeriksaan segera melalui tes darah dan elektrokardiogram (EKG) agar memungkinkan pasien menerima pengobatan yang tepat dengan segara. Deteksi dini memungkinkan intervensi untuk membantu normalisasi kadar kalium dan mencegah komplikasi yang terkait dengan hiperkalemia, seperti aritmia jantung atau masalah jantung serius lainnya.
“Tak hanya itu, deteksi dini juga memberikan penghematan biaya karena tidak perlu dilakukan terapi pengganti fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Sehingga kualitas hidup pasien bisa menjadi lebih baik,” jelas dr dr. Pringgodigdo.
Baginya, prioritas untuk mengidentifikasi diagnosis, intervensi maupun tata pelaksana awal bagi pasien PGK akan berkaitan dengan mobilitas dan mortalitas atau angka kematian akibat penyakit tertentu, baik akibat Kardiorenal yang mengacu pada hubungan kompleks antara penyakit jantung (kardiovaskular) dan penyakit ginjal (renal). “Bila tidak mendapatkan tata laksana yang baik dalam 7 tahun bisa menjadi gagal ginjal kronis (PGK-red). Namun jika terdeteksi lebih awal, maka gagal ginjal bisa lebih lama,” ungkapnya.