AWAS, Insomnia Akut Bisa Pengaruhi Kesehatan Fisik dan Mental
GANGGUAN TIDUR: Ini tiga jenis gangguan tidur yang harus kamu waspadai. FOTO: sumatera ekspres--
Menurut Gurubhagavatula, seseorang pun bisa disebut mengalami insomnia kronis ketika mereka terus menerus mengonsumsi obat-obatan agar bisa tertidur dan merasa tidak bisa tidur tanpa bantuan pil tidur tersebut.
Di samping susah tertidur dan tetap tertidur, ia melanjutkan, mereka yang mengalami insomnia kronis mungkin juga merasakan ketidakpuasan tidur, kurang tidur, kecemasan tentang tidur, lelah pada siang hari, lesu, kurang energi, mengantuk, sakit kepala, mudah tersinggung, sakit dan mual, dan tertidur saat mengemudi.
Baumann menambahkan bahwa gangguan tidur dapat didiagnosis sebagai insomnia kronis apabila sudah mencapai tingkat yang menimbulkan tekanan atau gangguan signifikan dalam hubungan sosial, pekerjaan, pendidikan, atau area penting lain dalam kehidupan sehari-hari.
Terpisah, Psikolog berlisensi dan pendiri Anxiety and Behavioral Health Psychotherapy di New York Shmaya Krinsky, PsyD mengatakan diperlukan pemantauan masalah tidur untuk menentukan apakah seseorang mengalami insomnia kronis.
Krinsky menyebut bahwa gejala yang harus diperhatikan, antara lain, butuh waktu lebih dari 30 menit untuk tertidur setidaknya tiga malam dalam seminggu, sering terbangun atau terjaga dalam jangka waktu lama pada malam hari, serta mengalami stres, gangguan suasana hati, kesulitan berkonsentrasi, atau kesulitan mengingat sesuatu.
BACA JUGA:Ini Manfaat Akupuntur untuk Ibu Hamil, Redakan Mual hingga Insomnia
BACA JUGA:Tak Hanya Insomnia, Ini Jenis Gangguan Tidur yang wajib kamu tau
Jika gejala-gejala itu berlangsung terus menerus, kata dia, maka sebaiknya segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional, seperti dokter di fasilitas kesehatan primer atau spesialis tidur.
"Mereka dapat menyingkirkan kemungkinan kondisi medis atau psikologis lain yang dapat menyebabkan gejala tersebut," ujarnya.
Menurut AASM, pengobatan paling efektif untuk insomnia kronis adalah terapi perilaku kognitif untuk insomnia atau CBT-I.
Gurubhagavatula mengatakan bahwa banyak orang yang datang ke dokter kesehatan tidur dengan harapan bisa segera mengatasi gangguan dengan satu pil.
Padahal, terapi lini pertama untuk insomnia bukan pil, melainkan CBT-I.
Pendekatan terapi ini biasanya berlangsung selama enam hingga delapan sesi, serta mencakup perubahan perilaku dan strategi kognitif.
Walaupun penanganannya bisa berbeda untuk setiap orang, terapi dapat meliputi upaya tidur pada waktu yang sama setiap malam, bangun dari tempat tidur saat tidak bisa tidur, dan mengelola rasa takut tidak bisa tidur.