Insiden Rendang 200 Kg di Palembang: Pelajaran Berharga dari Sisi Manajemen Pendidikan
Prof. Dr. SundaA Ariana, M.Pd., M.M, Pemerhati Pendidikan dan Sosial--
SUMATERAEKSPRES.ID - Baru saja, masyarakat Palembang dihebohkan dengan kejadian hilangnya rendang seberat 200 kg dalam acara berbagi makanan yang digelar oleh kreator konten Willie Salim di Benteng Kuto Besak (BKB) dengan narasi Tragedi Hilangnya Rendang 200 kg.
Peristiwa ini tidak sekadar viral, namun juga menyimpan banyak pelajaran dari sudut pandang manajemen pendidikan. Terutama dalam perencanaan, koordinasi, serta etika dan karakter masyarakat kota Palembang.
BACA JUGA:Polda Sumsel Prioritaskan Laporan Willie Salim, Kasus ‘Daging Rendang Gate’ Makin Memanas!
Ada beberapa hal yang menjadi catatan saya melihat peristiwa ini dari sisi Manajemen Pendidikan. Pertama, Perencanaan yang Kurang Matang.
Dalam ilmu manajemen, perencanaan adalah kunci keberhasilan. Bahkan perencanaan menjadi fungsi pertama yang harus menjadi perhatian, dalam ilmu manajemen.
Seharusnya, acara besar seperti ini membutuhkan persiapan yang matang, termasuk dalam hal logistik, keamanan, pengawasan, juga distribusinya.
Dalam insiden ini, tidak adanya perencanaan sistem distribusi yang jelas mengakibatkan rendang yang seharusnya dibagikan secara tertib justru lenyap sebelum waktunya. Jika dianalogikan dalam dunia pendidikan, ini seperti mengadakan ujian tanpa sistem pengawasan—hasilnya bisa kacau dan tidak sesuai harapan.
Solusinya? Setiap kegiatan besar seharusnya dibuatkan SOP (Standard Operating Procedure) yang jelas dan tersosialisasikan dengan baik, termasuk pembagian tugas, pengamanan, dan pengelolaan semua sumber daya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan acara itu, agar tujuan awal bisa tercapai.
Kedua, Koordinasi dan Komunikasi. Prinsip utama dalam manajemen pendidikan adalah koordinasi antar semua pihak yang terlibat. Dalam acara ini, tim penyelenggara tampaknya kurang melakukan koordinasi dan komunikasi yang baik, antar relawan, petugas keamanan, maupun masyarakat yang membludak hadir di BKB.
Di dunia pendidikan, jika tidak ada koordinasi dan komunikasi yang jelas antara guru, siswa, dan orang tua, maka proses pembelajaran bisa terganggu. Sama halnya di kasus ini, jika sejak awal ada koordinasi dan komunikasi yang baik mengenai tata cara pembagian rendang, kemungkinan besar insiden ini bisa dihindari.
Ketiga, Aspek Etika dan Karakter Masyarakat. Manajemen pendidikan tidak hanya selalu soal teknis, tetapi juga tentang membangun karakter dan etika masyarakat.
Hilangnya rendang ini menunjukkan pentingnya kesadaran bersama untuk menumbuhkan budaya antri dalam kehidupan sosial. Budaya antri seharusnya sudah diajarkan sejak dini di usia golden age (0-5 tahun) pada anak- anak.
Selain itu, dalam dunia pendidikan, ada konsep pendidikan karakter yang menekankan nilai disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab. Jika nilai-nilai ini tertanam dengan baik sejak dini, maka masyarakat akan lebih tertib dalam berbagai situasi, termasuk dalam pembagian makanan gratis sekalipun.
