SUMATERAEKSPRES.ID - Konteks konflik di Timur Tengah terus berkembang dengan dinamika geopolitik yang melibatkan banyak aktor global, dan salah satu skenario yang menarik perhatian adalah potensi keterlibatan Rusia dan Cina dalam mendukung Pasukan Gerilyawan Hizbullah dalam konflik melawan Israel.
Meskipun hingga saat ini belum ada bukti konkret bahwa Rusia dan Cina secara langsung mendukung Hizbullah dalam perang melawan Israel, ada beberapa faktor geopolitik yang dapat memberikan gambaran potensi aliansi semacam itu di masa depan.
Latar Belakang Konflik
Hizbullah, sebuah kelompok militan Syiah yang berbasis di Lebanon, telah lama menjadi musuh bebuyutan Israel.
Kelompok ini didukung oleh Iran, baik secara finansial maupun militer, yang menggunakan Hizbullah sebagai instrumen kekuasaan di Timur Tengah.
BACA JUGA:Kematian Yahya Sinwar Picu Peningkatan Ketegangan Israel-Palestina, Konflik di Gaza Semakin Memanas
BACA JUGA:Pamerkan 15 Ribu Boneka Beruang di Msheireb Downtown Doha untuk Kenang Kematian Anak-anak Palestina
Hizbullah memiliki kekuatan militer yang cukup signifikan di kawasan tersebut, dan telah terlibat dalam sejumlah konflik dengan Israel, termasuk perang besar pada tahun 2006 yang menghancurkan sebagian besar wilayah Lebanon.
Rusia dan Cina, sebagai dua kekuatan besar dunia, memiliki kepentingan strategis yang berbeda di Timur Tengah. Rusia telah lama memiliki hubungan erat dengan Suriah dan Iran, dua sekutu utama Hizbullah, terutama dalam konflik Suriah.
Di sisi lain, Cina lebih berfokus pada kepentingan ekonominya di wilayah tersebut, terutama melalui proyek Belt and Road Initiative (BRI).
Meskipun demikian, kedua negara ini memiliki kecenderungan untuk menantang dominasi Barat, terutama Amerika Serikat, yang merupakan sekutu utama Israel.
BACA JUGA:Apakah Kemerdekaan Palestina Menandakan Kiamat? Ini Faktanya
BACA JUGA:Palestina Minta Jaminan Keamanan bagi Presiden Mahmoud Abbas Kepada Dewan Keamanan PBB
Potensi Dukungan Rusia
Rusia memiliki hubungan yang rumit dengan Israel dan Hizbullah.