Namun keberatan tersebut tidak beralasan dikarenakan sistem pembalikan beban pembuktian ini ditujukan terhadap pembuktian oleh termohon atau pihaka yang menguasai aset tentang asal usul asetnya tersebut bukanlah berasal dari atau hasil tindak pidana.
Adapun jaksa penuntut umum berkewajiban membuktikan kesalahan terdakwa, sedangkan terdakwa mempunyai hak untuk memberikan pembelaan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi dan hak untuk membuktikan bahwa aset atau harta kekayaannya bukan hasil korupsi.
Sehingga disini masing-masing pihak mempunyai kewajiban berimbang.
BACA JUGA:Fakta tentang Tuberkulosis di Sumatera Selatan
BACA JUGA:Microplastics: Partikel Kecil, Dampak Besar terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Elwi Danil berpendapat bahwa pembalikan beban pembuktian atau “omkering van de bewisjlast” (the reversal of the burden of proof), sering juga disebut sistem pembuktian terbalik, secara umum dapat dipahami sebagai suatu sistem yang meletakkan beban pembuktian di tangan terdakwa untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya”.
Sementara penuntut umum dibebaskan dari kewajiban pembuktian. Hanya karena alasan pembuktian yang sulit, banyak koruptor di Indonesia tidak tersentuh hukum pidana.
Mereka cenderung berlindung di balik asas praduga tak bersalah bahkan dapat dikata-kan “dimanjakan” oleh asas hukum pidana itu sendiri, sehingga kepentingan masyarakat banyak terabaikan.
Modus operandi dari kasus korupsi yang semakin canggih dan modern menjadi sebab korupsi sering dikategorikan sebagai invisible crime yang sangat sulit memperoleh prosedural pembuktiannya.
BACA JUGA:Prabowo Yang Tersandera
BACA JUGA:Keberatan Suara Bising Bengkel
Pengimplementasian pembalikan beban pembuktian tersebut diharapkan mampu mengeliminasi tingkat kesulitan pembuktian dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pembalikan beban pembuktian dapat dilakukan terhadap asal usul mengenai kepemilikan harta kekayaan pelaku yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi sehingga tidak berdasarkan pada pembuktian secara negatif menurut undang-undang (negatief wettelijke bewijs theorie).
Pembalikan beban pembuktian dapat dilakukan terhadap kepemilikan harta pelaku tindak pidana korupsi dengan menitikberatkan pada pengembalian harta negara yang dikorupsi oleh pelaku tindak pidana korupsi.
Polarisasi pemikiran ini didasarkan pada filosofi bahwa terhadap kesalahan orang (schuld) tidak dapat dilakukan pembalikan beban pembuktian karena melanggar prinsip “due procees of law”, tetapi terhadap kepemilikan harta pelaku tindak pidana korupsi dapat dipergunakan pembalikan beban pembuktian keseimbangan kemungkinan (balanced probability of principles).
BACA JUGA:Menilik Harapan Hidup di Sumatera Selatan