PP No 28/2024: Legalisasi Zina untuk Remaja?

Kamis 29 Aug 2024 - 22:09 WIB
Oleh: Irfan Sumeks

SUMATERAEKSPRES.ID - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17/23 tentang Kesehatan, yang baru saja ditandatangani Presiden Joko widodo pada tanggal 26 Juli 2024 ,telah menimbulkan kontroversi di masyarakat Indonesia. Kontroversi karena dalam Pasal 103 ayat (4) tertulis bahwa pelayanan kesehatan reproduksi—selain meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi dan konseling—mencakup pula penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan di kalangan masyarakat mengingat tingginya tingkat pergaulan bebas di kalangan remaja. 

Sejumlah pihak menilai Presiden Jokowi kebablasan dalam mengeluarkan peraturan tersebut. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Oleh karena itu lahirnya PP ini seolah memberi peluang bagi remaja pelaku seks di luar nikah untuk mencegah kehamilannya.

Ormas Islam PUI (Persatuan Umat Islam) menyatakan penolakannya. Melalui Ketua DPP PUI Bidang Pendidikan, Wido Supraha, PUI menuntut Pemerintah membatalkan PP Nomor 28/2024 tersebut.

Alasannya, PP tersebut mengandung unsur-unsur pemikiran trans-nasional terkait seks bebas, yang sangat berbahaya. Penolakan ini cukup mendasar karena fakta di masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan tingginya angka remaja yang terjerumus ke dalam perilaku seks bebas di luar nikah.

BACA JUGA:Demokrasi Dalam Pasungan

BACA JUGA:Keberatan Suara Bising Bengkel

Data yang disampaikan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyatakan bahwa data pada bulan Maret tahun 2024 ini menunjukkan adanya kenaikan persentase remaja dalam rentang usia 15 s.d. 19 tahun yang melakukan hubungan seks untuk pertama kali.

Ia menyebutkan remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual ada di angka 59 persen sedangkan pada remaja laki-laki ada di angka 74 persen. Dengan fakta ini maka pelegalan penggunaan alat kontrasepsi bagi pelajar dianggap kebijakan yang seolah memberi lampu hijau bagi pelajar (anak usia remaja) untuk melakukan seks di luar nikah denga aman dan nyaman.  

Namun dari pihak pemerintah berusaha mempertahankan PP ini dengan berbagai argumentasinya. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) menanggapi kritikan DPR mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar. Menurut mereka, aturan tersebut tidak berarti ditujukan untuk semua remaja.

Aturan itu hanya ditujukan untuk remaja usia subur yang sudah menikah dan memang membutuhkan alat kontrasepsi. Namun demikian, diakui juga oleh POGI bahwa dalam PP Nomor 28/2024 Pasal 103 memang tidak tertulis secara detail mengenai pelajar yang diberi edukasi tersebut sehingga rawan disalahartikan.

BACA JUGA:Gelar Haji dan Fenomena Sosial Politik di Indonesia

BACA JUGA:Makna Merdeka Belajar bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Namun kritikan terhadap PP ini cukup berdasar, apalagi jika memahami Pasal 109 ayat 3 diatur bahwa : “Pelayanan kontrasepsi hanya dilakukan terhadap dua kelompok, yakni pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko”. Pasangan usia subur pastinya adalah mereka yang telah menikah. Lalu siapa yang dimaksud dengan ”kelompok usia subur yang berisiko”? Pasangan usia subur pastinya adalah mereka yang telah menikah.

Lalu siapa yang dimaksud dengan ”kelompok usia subur yang berisiko?” Hal ini mengundang kecurigaan bahwa yang dimaksud adalah para pelajar dan remaja yang belum menikah, tetapi aktif melakukan seks di luar nikah. Artinya, bisa ditafsirkan menurut PP ini mereka juga berhak mendapatkan pelayanan pemberian alat kontrasepsi. Oleh karena itu keluarnya PP no. 28/2024 dapat dinilai legalisasi zina bagi kalangan remaja.

Kondisi masyarakat Indonesia saat ini,  sudah terjadi normalisasi perzinaan dikalangan remaja dan pelajar. Banyak remaja menganggap hubungan seks sebelum nikah adalah wajar. Pada bulan Maret lalu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyoroti kenaikan persentase remaja usia 15-19 tahun yang melakukan hubungan seks untuk pertama kali.

Kategori :