Menjaga Mutu Yellowfin Tuna Nelayan Timur, Tangkap Ikan dengan Prinsip Ekonomi Biru

Rabu 21 Aug 2024 - 11:46 WIB
Reporter : Rendi Fadillah
Editor : Rendi

Kemudian melaksanakan protokol atau tata kelola perikanan yang berkelanjutan di perairan kepulauan. “Kita punya dokumen Harvest Strategy yang mengatur pemanenan yang baik, jumlah izin harus diberikan supaya tuna tetap lestari, hingga alat-alat penangkapan atau alat bantu penangkapan yang tidak merusak  lingkungan,” terang Ridwan. Pihaknya juga melakukan perlindungan daerah pemijahan dan pengasuhan ikan tuna, khususnya yellowfin di zona spawning dan nursery ground di WPP 714.

“Ketiga, kita memperkuat diplomasi karena sumber daya ikan tuna kita tak hanya diperoleh nelayan dari laut lepas, tapi juga ada dari perairan yang bukan yurisdiksi kita. Dengan begitu kita bisa mendapat hak lebih banyak untuk akses pemanfaatan ikan tuna,” rincinya. KKP pun memastikan ikan tuna Indonesia memenuhi 4 persyaratan ekspor agar berdaya saing tinggi, yakni quality dan safety, sustainability, third party certification, dan traceability (sistem ketelusuran). 

Kini KKP telah bersepakat dengan Jepang untuk menghapus tarif ekspor olahan tuna (tuna kaleng dan cakalang) menjadi 0 persen dari semula 9,6 persen dengan syarat memenuhi sustainability. “Kami juga sedang memperjuangkan tarif ekspor ke Uni Eropa yang masih tinggi menjadi 0 persen,” pungkasnya.

Sekretaris Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Machmud menambahkan pasar impor produk perikanan dunia pada 2022 sekitar US$ 195 miliar. Ikan tuna menjadi nomor tiga terbanyak US$ 16,9 miliar, setelah ikan salmon US$ 35 miliar dan udang US$ 31 miliar. “Dari 18 kode HS produk tuna, paling disukai ikan tuna kaleng, baru fillet, dan seterusnya. Rata-rata semua negara sama,” terangnya. 

Warga Amerika Serikat paling besar mengonsumsi ikan tuna sekitar US$ 5 miliar, menyusul Jepang dan Thailand. “Khusus Thailand, mereka impor bahan baku, lalu re-ekspor dalam bentuk tuna olahan (kaleng), bahkan Thailand menjadi eksportir terbesar mencapai US$ 1,5 miliar,” ujarnya. Sayangnya, kendati Indonesia produsen tuna terbesar, untuk ekspor nomor lima senilai US$ 900 juta setelah Ekuador, Spanyol, dan China.

Pasar dalam negeri nyatanya masih paling utama. “Tahun 2023, konsumsi rumah tangga ikan tuna, cakalang, tongkol 955 ribu ton. Itu baru rumah tangga saja, belum di luar rumah tangga. Sisanya kita ekspor sekitar 200 ribu ton secara produk dan 300 ribu ton secara bahan baku,” imbuh Machmud. Secara merata, mayoritas masyarakat mengonsumsi tuna segar, ada pula tuna olahan rata-rata dipindang.

Melihat realita yang ada, tentu ini tantangan bagi Indonesia meningkatkan produk hilir ikan tuna agar memiliki value added bagi negara dan masyarakat. Artinya negara ini tak sekedar mengekspor bahan baku, juga semestinya memperbanyak ekspor tuna olahan. Namun Pemerintah tak bisa bekerja sendiri, butuh peran stakeholders mengembangkan perikanan tuna dengan berinvestasi dari hulu hingga hilir.

Pada peringatan Hari Ikan Nasional (Harkanas) ke-10 di Jakarta (19/11/2023), Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono meluncurkan Tahun Tuna Indonesia 2024. Langkah ini wujud komitmen KKP mengenalkan ikan tuna Indonesia, memperkuat daya saing komoditas tuna di pasar global dan domestik, serta pengelolaan tuna berkelanjutan.

Pencanangan Tahun Tuna dengan branding seafood Indonesia yang safe, eco-friendly, dan sustainable (berkelanjutan). “Kita berharap bisa bersinergi dan kolaborasi dengan seluruh stakeholders untuk mengimplementasikannya, dalam rangka memperkuat akses pasar dan manfaatnya, baik bagi masyarakat Indonesia khususnya maupun masyarakat global pada umumnya,” katanya.
        
Rintis Tuna Farming   

Tak hanya menjaga populasi ikan tuna melalui program PIT, KKP mewacanakan pengembangan budidaya tuna untuk meningkatkan produksi dan mengurangi penangkapan ikan tuna di alam secara berlebihan. KKP ingin mengadopsi sistem Tuna Farming dari Australia dan Turki. Pihaknya yakin pola budidaya ini dapat diterapkan di Tanah Air mengingat perairan Indonesia menjadi jalur pemijahan bagi ikan tuna.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan penangkapan ikan tuna cukup masif, bahkan melampaui kuota tangkapan yang ada. “Soal kuota, tuna itu internasional kita cuma 1.200-1.300 ton. Tetapi kalau melihat fakta, satu perusahaan saja, dengan 200 kapal yang ia punya, penangkapannya sampai lautan Hinda. Dihitung satu tahun lebih dari 200 ribu ton tuna. Kalau itu legal atau tidak, ya jelas pasti ilegal,” ungkapnya pada Indonesia Aquaculture Business Forum 2024, Senin (29/4).

“Tapi gimana, kita sudah berusaha setengah mati. Makanya dari sisi Pemerintah kita mengundang investasi Tuna Farming atau pembesaran tuna. Dari yang kecil kita besarkan dulu, sama seperti yang dilakukan Australia di Port Lincoln dan Turki. Kita sedang proses menuju ke situ,” lanjut Menteri KP.

Sebelumnya Sakti Wahyu Trenggono sempat mengunjungi lokasi budidaya pembesaran tuna jenis Atlantic Bluefin Tuna (Thunnus thynnus) di Laut Izmir, Turki. Tuna tersebut berasal dari hasil penangkapan di alam dengan cara digiring perlahan ke lokasi budidaya. Pembesarannya di keramba ukuran 50-60 meter pada kedalaman hingga 18 meter, butuh waktu sekitar 5-6 bulan. Selama pembesaran tuna diberikan pakan ikan-ikan pelagis.

Menurutnya, beberapa wilayah perairan Indonesia merupakan tempatnya ikan tuna, sehingga Indonesia perlu inovasi agar komoditas ini produktivitasnya meningkat dan keberlanjutannya terjaga. Sementara Dosen Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Sriwijaya, Herpandi SPi MSi PhD mengatakan populasi ikan tuna biasanya berada di perairan dalam atau laut lepas.

“Di Indonesia banyak ditemui di wilayah timur, namun sistem Tuna Farming bisa saja dilakukan di seluruh wilayah laut Indonesia sepanjang kualitas airnya bagus. Yang penting bikin suasana seperti habitatnya ikan tuna,” ungkapnya, Selasa (20/8). Mulai dari pembesaran terlebih dahulu, layaknya ikan air tawar di keramba, lalu bertahap pembibitan (pembenihan).

Sistem budidaya dalam keramba jaring apung juga dianggap sebagai solusi mendapatkan kualitas ikan tuna yang baik, karena mutu daging bisa dikontrol untuk memperoleh grade yang tinggi. “Namun keberhasilan budidaya, efisien atau tidak, harus melalui riset secara terus menerus,” terangnya.

Kategori :