Majelis Hakim pun tidak mengabulkan pembelaan atau pleidoi oleh pengacaranya terdakwa.
’’Pembelaan penasihat hukum tidak mematahkan argumentasi jaksa penuntut umum. Maka, pembelaan akan dipertimbangkan dalam keadaan yang meringankan dan memberatkan," tambah Hakim Anggota Samsumar Hidayat.
Terdakwa Andri Gustami, terbukti membangun kesepakatan dengan Rivaldo dan Fredy Pratama (DPO) dengan mendapatkan upah.
“Terdakwa secara bersama-sama bersekongkol melakukan, membantu, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi dalam Pasal 114 UU Narkotika, maka perbuatan terdakwa telah terpenuhi dan terbukti," jelas Hakim.
Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Lampung, Eka Aftarini menyatakan menerima. Sedangkan, terdakwa Andri Gustami mengajukan banding.
BACA JUGA:Peredaran Gelap Narkoba di Sumsel Sangat Memprihatinkan, Kapolda Ajak Keroyokan Berantas Narkoba
Usai sidang putusan, terdakwa langsung digiring ke ruang tahanan. Terdakwa Andri Gustami mengatakan vonis tersebut mandul.
’’Karena tidak bisa menghadirkan barang bukti narkotikanya, karena tidak pernah disita barang bukti narkotika, dan tidak ada timbangan," cetus lulusan Akpol 2012 itu, membela diri.
Sebelumnya, pada sidang Selasa, 27 Februari 2024, Majelis Hakim PN Tanjungkarang sudah lebih dulu memvonis mati Muhammad Rivaldo alias KIF.
Dia juga tangan kanan gembong narkoba jaringan internasional Fredy Pratama. Terdakwa Rivaldo, terbukti melanggar Pasal 114 ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Hal yang memberatkan perbuatan Rivaldo karena termasuk tindak pidana dengan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.
VONIS : terdakwa Andri Gustami mantan Kasat Resnarkoba Polres Lamsel, divonis hukuman mati, atas perannya sebagai kurir spesial jaringan narkotika internasional Freddy Pratama-foto: radarlampung-
”Terdakwa terlibat jaringan narkoba internasional. Barang bukti yang begitu besar bisa merusak generasi bangsa secara sistematik. Terdakwa juga telah menikmati hasil penjualan narkoba," kata hakim.
Menurut hakim, penghapusan hukuman mati dalam UU tentang Narkotika sudah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
’’Berdasarkan putusan MK, menolak uji materiil hukuman mati dalam UU Narkotika. Hukuman mati tidak bertentangan dengan hak hidup yang dijamin UUD tidak bersifat mutlak," katanya.