Aturan yang baru diterbitkan itu juga bertujuan untuk mencegah disparitas atau kesenjangan upah antarwilayah.
"PP Nomor 51 Tahun 2023 ini lebih baik dari pada regulasi pengupahan yang pernah ada selama ini," klaim Ida, menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Beleid yang dirilis berbarengan dengan peringatan Hari Pahlawan tersebut merupakan dasar untuk penetapan Upah Minimum tahun 2024 dan seterusnya.
Selanjutnya, Dia meminta para gubernur, kepala dinas yang membidangi ketenagakerjaan, serta Dewan Pengupahan Daerah agar menjalankan tugas sebagaimana amanat PP Nomor 51 Tahun 2023,
“Penetapan upah minimum provinsi ditetapkan paling lambat 21 November (2023) dan untuk upah minimum kabupaten/ kota tanggal 30 November(2023)," pintanya.
BACA JUGA:4 Jenis Beasiswa yang Bisa Kalian Pilih di UNPAR. Simak Persyaratannya!
BACA JUGA:Banyuasin Launching Aplikasi Baru, Namanya SERAMBE. Apa Tujuan dan Keunggulannya?
Kelompok Buruh Tegas Menolak
Beleid yang baru dirilis pemerintah, Jumat (10/11), sebelumnya sudah ditolak secara tegas oleh kelompok buruh.
Mereka menolak sistem perhitungan upah minimum provinsi (UMP) 2024, yang berdasarkan 3 variabel disiapkan pemerintah.
Yaitu, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan Indeks Tertentu.
Sebab untuk variabel Indeks Tertentu, buruh menganggapnya rancu dan berpotensi membuat kenaikan UMP tidak sesuai harapan.
BACA JUGA:Buka Akses Pekerja Non-Formal Punya Hunian, PI Jalin Kerja Sama dengan Komunitas
BACA JUGA:Pekerja Pertamina Ajarkan Tata Nilai AKHLAK di SDN 93
"Faktor Indeks Tertentu inilah yang memastikan kenaikan upah minimum di bawah 5 persen, jika inflasi berada di bawah 3 persen dan pertumbuhan ekonominya sekitar 5 persen," ulas Ristadi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Kamis (9/11).
“Karena hasil hitung-hitungan di atas tersebut, teman-teman anggota di pabrik menolak kenaikan upah minimum dengan variabel Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu tersebut," tegasnya.