Kemudian, Surat Perintah Penggeledahan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor : PRINT-1762/L.6.5/Fd.1/09/2023 tanggal 25 September 2023.
Belakangan pemilik 2 rumah yang digeledah, almarhum MR dan ZT, keduanya sama-sama ditetapkan sebagai oleh tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel.
Adapun para tersangka ini, dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
BACA JUGA:Sarimuda Terjerat Dugaan Korupsi PT SMS, KPK Sebut Kerugian Negara Rp 18 Miliar
BACA JUGA:Sarimuda Ditahan KPK, Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengangkutan Batubara PT SMS
Dalam perkara ini, Sarjono mengungkapkan ada mafia tanah yang bermain.
Kejati Sumsel, akan tetap konsisten dalam upaya pemberantasan mafia tanah.
"Berbagai macam modus operandi dilakukan oleh mafia tanah, untuk berusaha mengalihkan aset, terutama yang dimiliki oleh Pemda. Akan terus kami kejar," tegasnya.
Kejati Sumsel saat ini secara maksimal akan melakukan penyitaan tanah yang dibeli Sumsel sejak tahun 1950-an tersebut.
"Meski saat ini tanah (Yayasan Batanghari 9 Sumsel) tersebut sudah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pihak ketiga,” imbuhnya.
Dia menceritakan, secara singkatnya tanahdi Yogyakarta tersebut pada tahun 1950-an dibeli Pemerintah Sumsel.
Saat masih bagian dari pemerintah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), yang membawahi 5 provinsi.
Pada lahan seluas 5.000 meter per segi itu, maka dibangunkan sebuah asrama.
Peruntukannya bagi para mahasiswa asal Sumbagsel, yang berkuliah atau mengenyam pendidikan di Yogyakarta.
“Dikelola oleh Yayasan Batanghari 9,” ulas Sarjono, yang mendapat promosi Sesjamintel Kejagung RI.
Seiring berjalannya waktu, mafia tanah berusaha memindahkan dan mengaburkan aset milik pemerintah Sumsel tersebut .