https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Petani Masih Bergantung Tengkulak, Alih Fungsi Lahan Terus Terjadi

GUDANG BERAS : Buruh mengangkut beras ke gudang penyimpanan. Saat ini Sumsel masih penopang swasembada pangan.-foto: evan/sumeks-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Sektor Pertanian atau pangan menjadi salah satu program strategis Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan. Apalagi diketahui Sumsel merupakan salah satu daerah penopang swasembada pangan di Indonesia. Dengan potensi besar dalam sektor pertanian, Sumsel penyumbang utama produksi padi, jagung, dan komoditas pangan lainnya.

Kepala Dinas Pertanian & TPH Sumsel, Bambang Pramono mengatakan pada tahun 2024 surplus beras Sumatera Selatan mencapai 828,03 ribu ton (tertinggi sepanjang 4 tahun terakhir), padahal nasional mengalami defisit sebanyak 545.77 ribu ton. Meski begitu, Sumsel juga menghadapi tantangan  dalam pengembangan sektor pertanian.

"Walaupun potensinya besar, Sumsel menghadapi beberapa kendala dalam mempertahankan perannya sebagai lumbung pangan," sampainya, kemarin. Tantangan itu, jelas Bambang, meliputi alih fungsi lahan. "Lahan pertanian semakin berkurang akibat konversi untuk industri, perkebunan, dan permukiman," terangnya.

Kemudian faktor alam karena masih ketergantungan pada curah hujan, lalu sistem irigasi belum optimal, sehingga petani kesulitan saat musim kemarau maupun saat curah hujan tinggi. “Serangan hama dan penyakit. Hama seperti wereng, tikus, dan keong mas sering menyebabkan gagal panen," katanya. Rendahnya penggunaan teknologi dalam bidang pertanian, banyak petani masih menggunakan metode tradisional yang kurang efisien.

BACA JUGA:Bulog Siap Hadapi Panen Raya di OKU Timur, Petani Dijamin Tak Merugi

BACA JUGA:Petani Sumsel Terpuruk, DPRD Soroti Harga Gabah Murah dan Minimnya Penyerapan BULOG

Fluktuasi harga dan tengkulak. "Harga hasil pertanian tidak stabil dan petani sering bergantung pada tengkulak," bebernya. Kurangnya regenerasi petani muda. "Generasi muda kurang tertarik di sektor pertanian, mengancam keberlanjutan produksi pangan," bebernya. 

Dampak perubahan iklim. "Cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan mempengaruhi produksi pangan," tukasnya. Untuk itu, ada beberapa program mengatasi berbagai tantangan tersebut. Langkah-langkah yang diambil untuk merealisasikan program tahun 2025-2029 telah ditetapkan. Pertama penguatan kebijakan perlindungan lahan pertanian, dengan membatasi alih fungsi lahan guna memastikan keberlanjutan produksi pangan dengan program LP2B.

Kedua, pengembangan infrastruktur irigasi (Oplah) melalui peningkatan jaringan irigasi untuk mengurangi ketergantungan pada curah hujan. Ketiga, perluasan lahan sawah dengan melaksanakan PSN cetak sawah seluas 150.000 hektar. "Keempat pemberdayaan dan pelatihan petani dengan memberikan edukasi teknik pertanian berkelanjutan dan penggunaan pupuk organik," paparnya.

Poin selanjutnya pendampingan kebijakan stabilisasi harga. "Pemerintah berusaha menstabilkan harga pangan melalui kebijakan distribusi dan penyimpanan hasil panen," ulasnya. Keenam adaptasi terhadap perubahan iklim dengan meningkatkan penggunaan varietas padi tahan cuaca ekstrem dan memperkuat sistem peringatan dini bencana. 

BACA JUGA:Monitoring Pupuk Subsidi di Lahat: Stok Aman, Harga Stabil, Petani Tak Perlu Khawatir!

BACA JUGA:Tanam Sayur Sembari Menunggu Sawit Panen, Petani Desa Penyandingan Terapkan GSMP

"Perlunya investasi dalam teknologi pertanian untuk meningkatkan akses petani terhadap alat pertanian modern dan sistem digitalisasi pertanian," katanya. Kedelapan, diversifikasi komoditas pangan agar mendorong petani menanam berbagai jenis tanaman pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan.

Penguatan peran petani muda, memberikan insentif bagi generasi muda agar tertarik pada sektor pertanian (pelaksanaan Program Brigade Pangan). "Kolaborasi dengan sektor swasta dan akademisi mengembangkan riset dan inovasi pertanian untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing," katanya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan