Calon Debitur Harus Clear Check

KETUA Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Palembang, Elvis Presly Pakpahan menilai program DP 0 persen sangat efektif merangsang pasar pembiayaan otomotif roda 2 dan 4, terutama di masa Covid-19. “Program bebas uang muka ini jadi semacam perisai menahan anjloknya pasar pembiayaan, di saat melemahnya daya beli konsumen. Yang tadinya konsumen menunda beli motor/mobil, akhirnya memilih kredit karena tanpa DP,” tuturnya.

Tapi memang, tak semua perusahaan pembiayaan atau leasing menerapkan DP 0 persen. Untuk ketentuan itu ada kriterianya, tergantung kesehatan perusahaan, yang dilihat nilai NPF-nya. Yang bisa melaksanakan DP 0 persen, perusahaan memiliki kondisi minimum sehat (NPF) 1 atau >1 persen. Jika NPF 1-3 persen, DP kredit motor dan mobil minimal 10 persen, NPF 3-5 persen maka DP-nya 15 persen, dan NPF di atas 5 persen, DP motor 15 persen dan DP mobil 20 persen.

Selain itu, calon debitur yang bisa dibebaskan dari DP juga harus memenuhi syarat clear check Pefindo, artinya calon nasabah tak pernah bermasalah atau pembayarannya lancar sewaktu kredit. “Kita melihat juga kapasitas bayarnya dan memperhitungkan penghasilan calon debitur, dimana maksimum angsuran sepertiga penghasilan bulanan. Seperti kebijakan BI, walaupun DP 0 persen, tapi tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,” papar Branch Manager BFI Cabang Palembang ini. Saat ini market DP 0 persen menyumbang pasar pembiayaan sekitar 10-15 persen.

Hadi Maryanto, Kepala Cabang PT Tunas Auto Graha (TAG), authorized Toyota dealer Sumsel senang sekali jika leasing bisa memberikan DP 0 persen sesuai kebijakan BI. Karena akan memacu penjualan otomotif, seperti halnya insentif PPnBM. “Jika ada DP 0 persen juga, sales kami makin kencang,” tuturnya. Apalagi selama ini uang muka cukup jadi beban bagi konsumen, karena nilainya besar.

“Untuk mobil Agya dan Cayla itu DP-nya 15 persen dari leasing, berarti sekitar Rp12-20 juta-an. Menghambat orang beli mobil kredit, padahal kalau mengangsur Rp3 juta-an sebulan mereka punya uangnya. Cuma mau mengumpulkan uang muka itu yang lama,” tegasnya. Saat ini, kata dia, belum ada leasing yang kerjasama dengan TAG memberikan DP 0 persen. “Kebijakan BI ini sudah dari beberapa tahun saya dengar, mungkin leasing atau bank juga memperhatikan manajemen risiko dan tingkat NPL-nya, sehingga belum semua menerapkannya,” ujarnya. Namun mudah-mudahan seiring membaiknya perekonomian, kebijakan DP 0 persen ini juga diimplementasikan.

Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Provinsi Sumsel, Syamsu Rusman mengatakan angka backlog perumahan masih cukup tinggi. Namun seiring perpanjangan pelonggaran rasio LTV/FTV kredit/pembiayaan properti oleh BI, mudah-mudahan masalah backlog ini cepat teratasi. “Apalagi mayoritas pembelian rumah ini 90 persen lewat KPR,” tuturnya.

Sebenarnya, kata Syamsu, rasio LTV/FTV dihitung dari nilai appraisal, yang biasanya berbeda dengan nilai jual. “Yang bisa di-KPR kan itu nilai appraisal rumah, ditaksir oleh pihak bank. Kadang nilainya lebih tinggi dari nilai jual,” bebernya. Untuk rumah komersial semua jenis properti bisa DP 0 persen, sementara rumah subsidi 1 persen. Jika nilai appraisal-nya lebih tinggi, berarti DP-nya sama saja bisa nol persen. Atau developer ikut memberikan subsidi uang muka sehingga bebas DP.

Dengan strategi developer ini, serta kebijakan BI tentu saja menarik minat konsumen membeli rumah secara kredit. “Bebas uang muka itu meringankan pembeli. Kalau ada DP konsumen kadang masih mikir, sementara tanpa DP bisa langsung beli kredit,” tuturnya. Semacam gimmick, yang bisa meningkatkan permintaan dan mengurangi backlog perumahan. “Dengan DP 0 persen, penjualan rumah bertambah. Tadinya hanya menjual 3-4 unit sebulan, naik menjadi 5-6 unit,” pungkasnya. (fad) https://sumateraekspres.bacakoran.co/?slug=sumatera-ekspres-24-januari-2023/

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan