Usia 105 Tahun, Kerto Yitno Berhaji Uang Hasil Sawah
Kerto Yitno menjadi jemaah tertua embarkasi Palembang. Usianya mencapai 105 tahun. Dia salah satu dari 942 JCH asal OKU Timur yang bakal ke Tanah Suci tahun ini (2023, red).
Mbah Kerto, panggilan akrabnya. Kelahiran Yogyakarta, 2 Januari 1918 silam. Saat ini tinggal di Desa Berasan Jaya, Kecamatan Buay Madang Timur, OKU Timur.
Bersama anak bungsunya. Sang istri, Tuminah yang sama-sama dari Yogyakarta sudah lebih dulu berpulang. Menghadap Sang Khalik pada 1986. Kurang lebih 33 tahun setelah mereka menetap di sana.
Dia punya lima anak. Tiga putra dan dua putri. Anak tertuanya, kini sudah berusia 70 tahun. Namanya Ngadiem. Perempuan. Anaknya nomor dua Ponijo usia 60. Anaknya nomor tiga Sati 58, disusul Subarjo 52 dan yang bontot, Istiono 48.
Sejarahnya Mbah Kerto bisa tinggal dan menetap di OKU Timur cukup menarik. Dia salah satu yang dulu ikut program transmigrasi. Era zaman pemerintahan Presiden Soeharto, transmigrasi memang gencar dilakukan.
Saat itu masih banyak lahan kosong yang harus diolah. Termasuk di wilayah Sumsel. Tiap transmigran dapat 2 hektare. BACA JUGA : JCH Lansia Bebani KBIH
Dia ingat betul, saat itu tahun 1953. Saat itu usianya 35 tahun. Kini, usianya sudah sepuh. Tak lagi pulang ke kampung halamannya di Yogyakarta. Dia sudah nyaman di kabupaten itu.
Waktu Sumatera Ekspres mampir ke kediamannya, Mbah Kerto ada di rumah. “Baru pulang ikut manasik haji di Belitang,” ujarnya. Keseharian di rumah, Mbah Kerto lebih fasih ngobrol menggunakan bahasa Jawa dari pada bahasa Indonesia.
Pendengarnya sudah banyak berkurang. Harus bicara dekat telinganya baru dia mendengar yang diobrolkan. Karena itu, obrolah dengan Mbah Kerto didampingi sang anak sulung, Ngadiem.