Sementara itu, Ratna Juwita tetap bersikukuh bahwa dirinya adalah pemilik sah tanah tersebut.
"Saya memiliki bukti kepemilikan yang sah sejak 1957, sedangkan warga hanya memiliki SPH dari tahun 2015," tegas Ratna, menanggapi klaim warga yang sudah mengajukan tuntutan perdata dan mem-PTUN-kan sertifikatnya hingga kasasi, namun selalu ditolak.
BACA JUGA:Pandangan Ulama tentang Bitcoin: Halal atau Haram sebagai Investasi dalam Perspektif Islam?
BACA JUGA:Kasus Korupsi Dana Desa: Mantan Kades Digiring ke Tahanan, Tutupi Wajah Pakai Buku
Karena situasi semakin tidak kondusif, petugas pengukuran dari Kantor ATR/BPN Kota Palembang, Boma, memutuskan untuk menunda pengukuran dan membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh perwakilan warga.
Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa pengukuran tidak dapat dilaksanakan atas beberapa alasan, dan proses tersebut akhirnya dibatalkan.
BACA JUGA:Nikmati Sensasi Kopi Lokal Premium Harga Terjangkau dari Nofu Coffee di Lima Titik Palembang
BACA JUGA:SAH! KPUD Muba Resmi Tetapkan Toha-Rohman sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih 2025-2030
Petugas kepolisian pun menarik mundur pasukan setelah situasi kembali terkendali. Meskipun demikian, sengketa tanah ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga ada penyelesaian hukum yang jelas.