PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM dan Imipas RI, Yusril Ihza Mahendra, yang menginginkan organisasi advokat (OA) hanya satu atau single bar dalam hal ini Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mendapatkan tentangan berbagai pihak mulai akademisi hingga OA itu sendiri.
Bahkan hal ini menjadi tema seminar yang digelar oleh DPP PP Lawyers Nusantara di Hotel Grand Daira, Rabu (18/12).
BACA JUGA:Wajibkah Advokat Bergabung dengan Organisasi Profesi? Begini Aturannya di Indonesia
BACA JUGA:Ini Beda Advokat dan Pengacara, Wajib Dipahami Biar Gak Salah Paham
Seminar tersebut menghadirkan Rektor Unisba, Prof Dr Edi Setiadi SH MH, Guru Besar Undip, Prof Dr Suteki SH MHum, Prof Dr Rudi Lukman SH LLM LL selaku Guru Besar Unila dan Guru Besar UIN Raden Fatah, Prof Dr H Faisal Burlian SH MHum yang mana mereka secara tegas menolak penerapan single bar atau satu organisasi di profesi advokat.
Seperti disampaikan Prof Suteki, dia mengatakan fakta di lapangan saat ini terdapat puluhan OA sehingga ini tidak bisa lagi hanya terdiri satu organisasi atau single bar OA.
Dia menilai pernyataan yang dikeluarkan Prof Yusril Ihza Mahendra tidak sesuai semangat yang ada selama ini.
"Terlebih menafikan puluhan organisasi advokat yang tumbuh dan berkembang seperti sekarang," terang Guru Besar Universitas Diponegoro itu.
Namun soal satu o
rganisasi dalam bidang pengawasan dari kinerja dan etik dari profesi advokat, dia menilai itu sebuah terobosan. Di sisi lain untuk operator atau pelaksana dari organisasi yang ada, tentunya harus tetap multibar atau banyak organisasi.
Apalagi saat ini ada sekitar 50 OA di Indonesia yang tentunya mempunyai AD/ART tersendiri dan sudah melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) sendiri.
"Untuk pengawasan etik dan kinerja dari advokat, memang perlu satu organisasi namun tetap operator atau pelaksananya itu tetap multi bar.
Ya, bisa diibaratkan Komisi Etik atau sejenisnya, namun tetap di dalam kepengurusan terdiri dari perwakilan setiap organisasi," jelasnya.
Sementara itu, Prof DR Rudi Lukman SH LLM LL selaku Guru Besar Unila mengatakan yang perlu dipikirkan adalah membuat satu Majelis Dewan Etik untuk membawahi dan mengawasi advokat-advokat yang ada.
Ini juga menjadi momentum dan refleksi dari UU Advokat yang usianya sendiri sudah lebih dari 20 tahun.