“Parenting skill dan emotional bounding (dalam keluarga) itu penting. Jangan orang tua sibuk sendiri dengan urusannya masing-masing,” katanya.
Komunikasi dalam keluarga, sebut Lahargo, menjadi salah satu kunci mencegah anak kecanduan judi online.
“Rindukan mata yang saling menatap daripada jari yang mengetik,” katanya.
BACA JUGA:Pornografi dan Judol Picu Kekerasan, Perlu Pengawasan Ortu
BACA JUGA:Judol jadi Penyebab Terbanyak Perceraian
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menerima data hampir mencapai ratusan remaja
menjalani perawatan medis akibat kecanduan judi online.
Hal ini diungkapkan Direktur Pengelolaan Media (Dir PM) Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP), Komdigi Nursodik Gunarjo.
Menurut dia, data ini didapat dari laporan pasien rawat inap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Mereka, lanjut Nursodik, terindikasi kecanduan judi online.
"Sangat perihatin. Hampir 100 remaja kini menjalani pengobatan rawat inap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo akibat kecanduan judi online," kata Nursodik dalam keterangan resminya dikutip dari kanal YouTube Kemkomdigi, Jakarta.
Atas dasar tersebut, Nursodik menilai, terbukti bahaya judi online tidak hanya mengancam perekonomian, namun juga kesehatan masyarakat.
Bahkan nahasnya praktik judol secara nyata mengancam masa depan generasi bangsa.
"Fenomena ini sangat mengancam generasi emas Indonesia. Masa emas anak-anak dan remaja harus dilindungi dari aktivitas yang berisiko merusak seperti judi online ini," ujarnya.
Mengutip dari wikipedia, judi daring atau dikenal dengan Judi online adalah jenis perjudian yang dilakukan di Internet.
Ini termasuk Poker Virtual, Kasino, dan Taruhan Olahraga (Sportsbook).
Lokasi perjudian online pertama yang dibuka untuk umum adalah tiket Lotere Internasional Liechtenstein pada bulan Oktober 1994.