Upaya-upaya pelestarian dilakukan dengan membersihkan aliran sungai serta membangun kawasan pejalan kaki di sekitarnya, agar masyarakat dapat kembali menikmati keindahan sungai ini dan memahami nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
Sungai Ketandan, meskipun kini tak lagi menjadi pusat aktivitas seperti dahulu, tetap memegang peran penting dalam sejarah dan budaya Palembang.
Melalui pelestarian yang terus dilakukan, diharapkan sungai ini dapat menjadi salah satu destinasi wisata budaya yang tidak hanya menyuguhkan pemandangan, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga warisan sejarah.
Asal usul dan perjalanan Sungai Ketandan merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas kota Palembang. Meskipun modernisasi membawa perubahan besar, sungai ini tetap memiliki nilai historis yang tidak bisa dilupakan.
Dengan langkah-langkah pelestarian yang terus dilakukan, Sungai Ketandan diharapkan dapat kembali hidup, tidak hanya sebagai sungai kecil di tengah kota, tetapi juga sebagai simbol dari kekayaan sejarah dan budaya Palembang yang harus dijaga dan dihormati oleh generasi mendatang.
Pandangan Sejarawan Tentang Sungai Ketandan
Terpisah, sejarawan kota Palembang Kms Ari Panji, menjelaskan sungai Ketandan, tidak terpisahkan dari sungai-sungai yang ada di kota Palembang.
“Seluruh sungai muaranya ke sungai Musi. Termasuk juga sungai Ketandan. Sungai di kota Palembang, dahulu sangat identik dengan kehidupan wong Palembang. Karena kehidupan wong Palembang, tidak lepas dari transportasi air atau sungai."
"Transportasi masa lalu disungai, dan baru menjadi berubah ketika pola berubah dari aktifitas budayas sungai menjadi budaya darat,” jelasnya.
Yang membuat perubahan itu sendiri, menurut Kemas Ari Panji, yakni kolonial atau Belanda. Dimana Belanda mulai mengenalkan pembangunan jalan. Ditandai dengan perubahan oritentasi kebudayaan dari sungai ke daratan.
Dan hingga sekarang perubahaan itu diikuti serta sarat dengan pembangunan yang ada dikota Palembang.
Sementara itu, warga lingkungan Jalan atau lorong Ketandan, Husin, mengatakan ketika kecil dirinya sudah mengenal lingkungan tersebut dengan nama jalan.
“Kalau sejarah sungai Ketandan saya tidak tahu sama sekai. Tetapi, memang dahulu ada jembatan diatas rawa air dalam kampung Ketandan. dan akhirnya dari tahun ketahun ditimbun hingga sekarang sulit untuk menemukan rawa. Tidak ada lagi, apalagi sekarang berada dipusat ibu kota,” paparnya.
Sementara itu, Jalan Ketandan yang merupakan nama sungai Ketandan, bertempat di lingkungan kelurahan 15 Ilir berdampingan dengan kelurahan 16 Ilir dan 17 Ilir masuk wilayah kecamatan IT.III Palembang.
Lorong Ketandan sendiri berhubungan dengan beberapa lorong lainnya termasuk lorong Himalaya yang tidak jauh dari Jalan Sayangan kota Palembang. (*)