Buntu, Sosialisasi Revitalisasi Ditunda, Kuasa Hukum Protes, Nilai Sosialisasi Mirip Eksekusi

Rabu 16 Oct 2024 - 19:53 WIB
Reporter : Agustina
Editor : Edi Sumeks

Senada, Thoyib pedagang lainnya mengungkap tidak ada pedagang yang menolak untuk dilakukan revitalisasi Pasar 16 Ilir, tapi minta kepastian soal legalitas SHM SRS milik pedagang. “Berdasar aturan, SHM SRS merupakan bukti kepemilikan atas kios atau lapak yang ada di dalam Pasar 16 Ilir. Kalau sudah ada perintah dari pengadilan yang menyatakan SHM SRS saat ini yang kami pegang dinyatakan Pengadilan tidak berlaku dan dicabut, maka kita akan legowo keluar dari Pasar 16 Ilir," ulasnya.

Kemudian, proses eksekusi juga bukan oleh PT BCR atau PD Pasar Palembang Djaya, tapi dari Pengadilan, “kita lakukan dengan aturan hukum yang ada,” tegasnya.

Pihaknya juga rutin selama ini membayar retribusi sebesar Rp7 ribu perhari, dimana uang itu untuk kebersihan dan perawatan area pasar 16 ilir. “Faktanya, tidak ada perawatan dan kondisi pasar 16 ilir tetap seperti ini,” ucap Thoyib.

BACA JUGA:ESP Berkunjung ke Pasar 16 Ilir: Pedagang Curhat Masalah Revitalisasi dan Kerusakan Kios, Ini Isi Curhatnya!

BACA JUGA:Yudha-Bahar Tinjau Pasar 16 Ilir, Dengarkan Keluhan Pedagang Terkait Kasus Kriminalisasi

Ketua Tim Kuasa Hukum P3SRS, M Edi Siswanto,SH mengajukan protes keras atas sosialisasi yang dinilainya lebih mirip eksekusi putusan pengadilan.  Padahal sampai saat ini tidak ada satupun perintah pengadilan ataupun putusan pengadilan terkait hal ini. “Kami pertanyakan atas dasar apa personel Polrestabes, TNI hingga Sat Pol PP diturunkan pada kegiatan sosialisasi kali ini,” tegasnya. (16/10).

Pantauan dilapangan, situasi sempat berlangsung alot. Sejumlah pedagang membentangkan berbagai spanduk penolakan dan memilih tetap bertahan, situasi sempat memanas di saat seorang pemuda yang membawa sebuah bendera partai politik mendekat ke lokasi kerumunan pedagang dan petugas. Akan tetapi, situasi mereda di saat pemuda tersebut disuruh oleh petugas keamanan menjauhi lokasi tersebut. 

Sementara itu, puluhan pemilik kios yang tergabung dalam P3SRS Pasar 16 Ilir tanpa dikomando langsung bergerak menuju ke Mapolda Sumsel. Kedatangan mereka untuk mempertanyakan sampai sejauh mana proses penegakan hukum tindak pengerusakan kios dan penjarahan barang dagangan milik mereka beberapa waktu lalu yang tengah ditangani oleh penyidik Unit 1 Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Sumsel.

“Mereka secara spontanitas datang ke Polda, kita tak bisa menghalangi keinginan itu namun kami berpesan agar mereka melakukan secara tertib dan tidak anarkis,” sebut Edi. 

BACA JUGA:Jatanras Polda Sumsel Selidiki Kasus Perusakan dan Penjarahan di Kios Pasar 16 Ilir. Ini Penampakannya

BACA JUGA:Pembangunan Pasar 16 Ilir Tetap Berlanjut Meski Ada Laporan Pengrusakan

Harus Ada Ganti Rugi

Gejolak revitalisasi gedung Pasar 16 Ilir yang belum menemukan kepastian penyelesaian karena masing-masing pihak menilai memiliki kekuatan hukum, dipandang Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Prof Febrian, harus dicarikan jalan keluar yang bijaksana. Apalagi persoalan tanah di pasar tersebut agak berbeda dengan kepemilikan rumah biasa. 

Karena tanah bisa SHM (Sertifikat Hak Milik) dan HGB (Hak Guna Bangunan). "Kalau hak guna bangunan (HGB) punya batas waktu, tetapi yang di atasnya itu bisa dimiliki berbagai macam-macam orang, dan statusnya bisa hak milik," Sampainya, Rabu (16/10). 

Menyoal gedung Pasar 16 Ilir, yang berupa kios-kios, mestinya ada ganti rugi dan dihitung oleh pemerintah. "Jadi bukan karena HGB selesai, lalu selesai. Karena kepemilikan ini menjadi tidak jelas," ujarnya. 

Maka itu, perlu dilakukan pergantian dengan melakukan perhitungan wajar untuk mengganti rugi kios-kios tersebut. "Maka pedagang ya, mereka punya hak karena mereka beli. Kalau kita lihat kios dijual itu artinya ada hak kepemilikan di situ," katanya. 

Kategori :