Menguatnya Pragmatisme Politik

Rabu 02 Oct 2024 - 21:45 WIB
Oleh: Irvan Bahri

SUMATERAEKSPRES.ID - Dalam politik, partai merupakan epicentrum demokrasi. Agenda-agenda kenegaraan “dikendalikan” oleh partai politik. Partai politik merupakan agen utama bagi jalannya demokrasi dan sistem pemerintahan, karena kandidat presiden dan wakil presiden, kandidat anggota DPR dan DPRD, dan kandidat kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota beserta wakilnya) berasal dari rahim partai politik.

Zarkasih Nur mengatakan, bahwa partai politik berfungsi sebagai sarana rekrutmen politik, di mana partai politik berkewajiban untuk melakukan seleksi dan rekrutmen dalam rangka mengisi posisi dan jabatan politik tertentu. Dengan adanya rekrutmen politik maka dimungkinkan terjadinya rotasi dan mobilitas politik.

Hal senada diungkapkan oleh Almond dan Powel, bahwa partai politik mempunyai peran dalam menyeleksi orang-orang berbakat atau pilihan dalam rangka untuk mengisi posisi tertentu, serta memberikan semangat terhadap mereka dalam kinerja serta tuntutan partai yang ada.

Beberapa waktu lagi akan diadakan pemilihan kepala daerah serentak. Ada hal yang menarik dalam kontestasi pilkada kali ini, yaitu meningkatnya jumlah calon tunggal pada pilkada 2024 di beberapa daerah.

BACA JUGA:Statistik Berkualitas Untuk Lubuk Linggau Naik Kelas

BACA JUGA:Urgensi Kepemimpinan Daerah dalam Mengatasi Kerusakan Infrastruktur di Tangga Buntung, Palembang

Meningkatnya jumlah calon tunggal tersebut disinyalir akibat ketatnya regulasi pilkada, mahalnya biaya politik dan lemahnya kaderisasi parpol sehingga parpol mendukung calon di luar kadernya sendiri.

Proses rekrutmen politik bagi kader partai yang akan ditempatkan dalam jabatan dalam pemerintahan merupakan fungsi strategis partai yang ingin besar. Namun alih-alih hingga saat ini masih dijumpai partai politik yang belum siap memberikan pendewasaan politik dan tetap melakukan cara pragmatis, dimana partai masih memilih calon yang kuat secara finansial untuk maju dalam konstelasi politik dengan mengabaikan pengalaman dan kemampuan mereka (Adies Kadir, 2018).

Padahal, politik seyogianya berbicara soal visi, misi, dan gagasan calon yang akan dimajukan. Calon harus memiliki gagasan yang baik dan bernas dalam memajukan daerah.

Dalam pilkada, partai-partai politik acapkali mengabaikan kadernya yang mempunyai pengalaman di daerah. Mereka lebih tertarik merekrut aktor-aktor lain secara sporadis, terutama orang-orang populer, orang-orang kaya, dan tokoh-tokoh masyarakat.

BACA JUGA:Guru Sejahtera, Indonesia Berdaya

BACA JUGA:Pemimpin Adil Adalah Golongan Pertama Yang Mendapat Perlindungan

Bagi elite parpol di tingkat pusat, seorang calon kepala daerah selain harus siap secara integritas dan  kapasitas, juga tak kalah pentingnya adalah isi tas (kemampuan finasial). Yang disebut terakhir ini terkadang lebih menentukan.  

Tentu saja, kondisi ini justru mereduksi atau menjadi defisit dalam demokrasi di tanah air. Terdapat kecenderungan parpol mengalkulasi peluang menang dalam mengusung kandidat di pilkada.

Jika ada salah satu pasangan yang punya elektabilitas tinggi ditambah punya finansial, biasanya parpol akan ramai-ramai memberikan dukungan, ketimbang mengusung kadernya sendiri yang kemungkinan besar kalah.

Kategori :