Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, Bilal merasa kekosongan yang sulit diisi.
Ia merindukan momen-momen di mana dapat melihat wajah Nabi, mendengarkan nasihat-nasihatnya, dan merasakan kehadirannya yang penuh kedamaian.
Ketika mengumandangkan adzan, Bilal tidak lagi mengucapkan kalimat “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah” dengan suara yang sama seperti sebelumnya.
Kesedihan karena ingat kepada Rasulullah SAW membuatnya terisak dan tak mampu melanjutkan panggilan mulia tersebut.
Pada suatu hari, Bilal memutuskan untuk meninggalkan Madinah dan bergabung dengan pasukan Fath Islamy yang hijrah ke negeri Syam.
Ia menetap di Kota Homs, Syria. Namun, rindu kepada Rasulullah tetap membakar dalam hatinya.
Sekian lamanya Bilal tak datang ke Madinah, tibalah pada suatu malam, Rasulullah Muhammad SAW hadir dalam mimpinya.
Dengan suara lembutnya Rasulullah berkata kepada Bilal, “Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?“
Saat ia terbangun, tanpa pikir panjang, bilal kembali ke madinah, Setelah sekian lamanya tidak berkunjung ke Madinah, Bilal akhirnya kembali. Tangis kerinduannya membuncah saat ia menuju makam Rasulullah.
Cinta yang tulus karena Allah kepada Baginda Nabi yang begitu dalam membuatnya merasa terhubung dengan masa indah saat Rasulullah masih hidup.
Bilal bin Rabah berjalan dengan hati yang berat. Air matanya mengalir deras ketika ia mengingat masa indah saat Rasulullah masih hidup.
Di tengah kesedihannya, dua pemuda mendekatinya. Sosok kedua pemuda tersebut ialah cucu Rasulullah Hasan dan Husein.
Bilal tua dengan penuh cinta memeluk kedua cucu kesayangan Rasulullah tersebut.
Mereka juga merasakan kehilangan yang sama setelah wafatnya kakek mereka.