SUMATERAEKSPRES.ID - Akademisi hukum pidana dan kriminologi dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, Dr Artha Febriansyah SH MH angkat bicara soal aksi debt collector tarik paksa kendaraan.
Katanya, OJK sudah mengatur ketentuan kegiatan penagihan kepada konsumen dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan OJK No.6 Tahun 2022. Konsumen juga diminta taat terhadap isi kontrak dan menghindari wanprestasi atau lalai memenuhi janji, guna terhindar dari debt collector.
“OJK menyatakan perilaku para penagih utang atau debt collector harus menjadi tanggung jawab dari pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang memperkerjakan mereka,” kata Artha. Dimana dalam Pasal 7 ayat (1) POJK Nomor 6 Tahun 2022 menyatakan, PUJK wajib mencegah direksi, dewan komisaris, pegawai, dan atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain dan/atau
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang berakibat merugikan konsumen.
Pada ayat (2), PUJK wajib memiliki dan menerapkan kode etik perlindungan konsumen dan masyarakat yang telah ditetapkan oleh masing-masing PUJK. Sedangkan Pasal 8 menyatakan, (1) PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, yang dilakukan oleh direksi, dewan komisaris, pegawai, dan atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK.
BACA JUGA:Patuhi Ultimatum, Aiptu FAN yang Menembak Debt Collector Serahkan Diri, Ini Keterangan Kabid Humas!
BACA JUGA:Istri Aiptu FAN Melaporkan Dua Oknum Debt Collector ke Polisi
Jika PUJK dapat membuktikan bahwa terdapat keterlibatan, kesalahan, kelalaian dan atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka PUJK tidak bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul.
Bentuk tanggung jawab atas kerugian konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disepakati oleh konsumen dan PUJK. Tindak lanjut OJK dalam proses pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggaraan layanan Konsumen.
Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pengalihan kendaraan dalam masa pembayaran perjanjian pembiayaan leasing yang menyimpang dari isi perjanjian dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur Pasal 372 dan tindak pidana penadahan sebagaimana diatur Pasal 480 KUHP apabila memenuhi unsur kedua Pasal KUHP dimaksud.
Kreditor dan Pemegang Fidusia dapat mempidanakan pihak Debitor berdasarkan Pasal 55 dan 56 KUHP. Pasal 55 KUHP menegaskan turut melakukan dalam arti kata sedikit- dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.
Lembaga pembiayaan seperti leasing, dapat melakukan upaya hukum dengan melaporkan penggelapan terhadap nasabahnya yang tidak memenuhi kewajiban dan membawa kabur objek perjanjiannya. Dan bagi konsumen penagihan terhadap dirinya harus dilakukan dengan patut. (ril/iol)