SUMATERAEKSPRES.ID - Kabar tentang kehadiran mobil listrik buatan Esemka disambut gembira sebagai tanda kebangkitan industri otomotif Indonesia.
Namun, kegembiraan itu berubah menjadi kekecewaan ketika terungkap bahwa mobil tersebut sebenarnya bukanlah hasil karya dalam negeri.
Esemka, yang sebelumnya menghilang dari peredaran, tiba-tiba muncul dengan meluncurkan mobil listrik berbentuk MPV Van bernama Bima EV.
Pengenalan pertama kali terjadi pada International Motor Show (IMS) tahun lalu, menciptakan sensasi besar di kalangan masyarakat.
BACA JUGA:6 Alasan Isuzu Panther Jadi Incaran Para Pencari Mobil Bekas, Harga Hanya Rp 40 Jutaan
BACA JUGA:Wow! Mobil Listrik BYD Yuan U8 Punya Mode Kapal yang Bisa Mengapung di Atas Air, Berminat?
Yang lebih mencengangkan, masyarakat diberikan kesempatan langsung untuk memesan mobil MPV tersebut.
Namun, sayangnya, harga mobil Esemka terbukti sangat mahal sehingga tidak dapat menjadi pilihan yang terjangkau bagi konsumen kendaraan listrik.
Bahkan, bandingkanlah harga mobil listrik sekelas MG4 EV yang hanya mencapai angka ratusan juta rupiah dengan Esemka yang setara dengan mobil premium seharga Toyota Innova Zenix yang mencapai angka Rp500 juta.
Keanehan ini menimbulkan pertanyaan mengapa mobil Esemka, yang dianggap sebagai produk otomotif nasional, justru memiliki harga yang tinggi.
BACA JUGA:Mobil Keluarga Wajib Nyaman, Xpander Cross Pilihannya
BACA JUGA:Pahami Cara Penggunaan Rem Tangan Mobil Matic
Setelah diusut lebih lanjut, terungkap bahwa Esemka Bima EV bukanlah produk lokal, melainkan hasil kerja sama dengan salah satu merek mobil asal China.
Mobil ini bahkan didatangkan langsung secara Completely Built-Up (CBU) dari China, yang secara langsung mempengaruhi kenaikan harga yang signifikan.
Dengan spesifikasi baterai 49,1 kWh, jarak tempuh 300 km, tenaga 100 Hp, dan penggerak roda belakang (RWD), Esemka Bima EV memiliki desain yang mirip dengan model pick-up sebelumnya.
Kejelasan ini memberikan gambaran bahwa, meskipun muncul sebagai kendaraan listrik buatan Indonesia, mobil ini sebenarnya adalah produk impor dari China.
Kontroversi ini menimbulkan keraguan terhadap integritas industri otomotif nasional.
Kejelasan dan transparansi seharusnya menjadi prioritas dalam menghadirkan produk otomotif, mengingat dampaknya terhadap kepercayaan konsumen.
Semoga ke depannya, industri otomotif Indonesia dapat menghasilkan produk unggulan yang benar-benar berasal dari dalam negeri, memberikan kontribusi positif untuk pertumbuhan ekonomi dan daya saing global.