Materi yang diberikan saat wawancara, sebenarnya sudah disampaikan saat Ombudsman melakukan pendampingan. “Jadi Ombudsman tidak serta merta melakukan penilaian,”sambung Hendrico.
Bahwa dalam pendampingan itu, sudah dikatakan nanti begitu Ombdusman turun, agar dipelajar soal info-info pelayanan publik. “Komponen standar pelayanan, maladministrasi. Itu sudah kami sampaikan,” ungkapnya.
Begitu Ombudsman turun melakukan penilaian, sambung Hendrico, ditanyakan kepada pihak yang diwawancarai. Apakah sudah tahu komponen standar pelayanan. “Dalam Permenpan-RB itu ‘kan ada 14 komponen standar pelayanan, kami minta mereka sebutkan,” urainya.
Selain itu, Ombudsman juga melakukan pemeriksaan dokumen-dokumen. Lalu ditanyakan pernahkah turun ke lapangan, melakukan penyuluhan soal produk layanan. “Kalau masyarakat telat mendapatkan produk layanan, kompensasinya apa. Seputar itu pertanyaan-pertanyaan tahapan pertama,” bebernya.
BACA JUGA:Pertama Harus Mitsubishi Motors, Kedua Wajib SUV
BACA JUGA:Manfaat Buah Pisang untuk Menaikkan Massa Otot, Simak Disini Bagi yang Mau Ideal!
Tahapan kedua, pemenuhan terhadap standar pelayanan. Menurut Hendrico, dalam standar pelayanan itu harus ada misalnya informasi soal saran. “Misalnya di Kantor BPN, bagaimana cara menerbitkan SHM (Sertifikat Hak Milik), syarat-syaratnya apa. Itu yang kami cek,” ucapnya.
Kemudian, informasi yang sudah mereka sediakan itu bisakah diakses masyarakat sebagai pengguna layanan. “Misalnya di ruang layanan, ada informasi tata cara pengurusan dan syarat penerbitan SHM. Dimana letaknya informasi itu,” jelasnya.
Selain ruang layanan, Ombudsman juga mengecek ke media elektronik kantor yang bersangkutan. Tidak terbatas hanya website, tapi juga media sosial (medsos), aplikasi. Sudah adakah informasinya di media elektroniknya.
“Kalau sudah media elektroniknya pun, tapi tidak menyampaikan informasi pelayanan, itu kami (Ombdusman) anggap belum memenuhi. Karena yang terpenting dalam media elektronik itu, bagaimana memberikan informasi mengakses pelayanan publik,” terang Hendrico.
Sayangnya fenomena yang ada, di Kantor BPN yang penilaiannya masih zona kuning itu, lebih banyak pada kegiatan seremonial saja. “Sementara dalam posisi sebagai pengguna, masyarakat butuh informasi cara mengukur itu bagaimana, biayanya berapa. Kan begitu,” cetusnya.
BACA JUGA:Fiorentina v Inter Milan Sama-sama Jaga Posisi
Nah, masalah seputar itulah yang akhirnya jadi banyak temuan bagi Ombudsman. “Termasuk Palembang yang zona kuning. Di ruang layanan publiknya tidak menyampaikan informasi tentang pelayanan. Mereka menganggap itu terlalu ramai tempelen-tempelan informasi itu, tidak estetik,” sesal Hendrico.
Padahal menurut Ombudsman, esensi layanan publik itu bukan estetika saja. Tapi bagaimana kantor tersebut memberitahukan kepada publik, bahwa inilah layanan pihaknya. “Nah ini ada perubahan mindset di BPN Palembang. Nanti terlalu ramai, tidak estetik,” tukasnya.
Hendrico menegaskan, percuma kalau kantor itu bagus tapi informasi layanan publiknya tidak ada. “Coba bandingkan dengan di bandara, lengkap itu informasinya. Masuknya dari mana, petunjuknya di mana, caranya bagaimana,” tuturnya.