*Inovasi Eka Candrawati, Ubah Sayur Katu Jadi Teh Celup
Eka Candrawati (47), warga Jalan Kapten Abdullah RT 2 RW 2 Kelurahan Prabujaya, Kecamatan Prabumulih Timur, Kota Prabumulih, berinovasi membuat teh dari sayuran katu. Manfaatnya pun ternyata luar biasa. Apa saja manfaatnya? DIAN CAHYANI - Prabumulih TANAMAN katu merupakan salah satu tanaman yang cukup familiar. Tanaman ini mudah tumbuh. Perawatannya pun tak sulit. Tanaman ini pun cocok ditanam di halaman rumah. Katu merupakan sayuran yang banyak manfaatnya. Sayur katu biasanya dibuat sayur bening atau santan. Di tangan Eka Candrawati, anggota Pengusaha Jasa Boga Prabumulih, tanaman katu diubah menjadi teh katu. Produk teh katu menghiasi salah satu stand pada acara pelantikan Pengusaha Jasa Boga di Pendopoan Rumah Dinas Wali Kota Prabumulih belum lama ini. Dikemas dengan kotak cantik berwarna hijau lengkap dengan P-IRT dan alamat produksi, teh katu membuat penasaran setiap orang yang mampir di depan stan.Eka Candrawati mengaku, dulunya dia pernah ikut jalan-jalan ke Pagaralam bersama dengan rombongan kader PKK. ‘’Di sana, terhampar luas tanaman teh,” ujarnya mengawali perbincangan.Seketika, dirinya terpikir alangkah enaknya jika di Prabumulih juga mempunyai produksi teh sendiri, salah satu minuman kegemaran anaknya. Terlebih lagi, 3 anaknya tak suka makan sayur. “Jadi terpikirlah ingin membuat teh sayur katu,” sambungnya. Lebih kurang 3 tahun merintis teh katu, akhirnya 1 tahun terakhir dirinya memproduksi teh katu. Dengan percaya diri dia memasarkannya di berbagai acara dan juga pada saat posyandu. “Karena kebetulan saya juga kader posyandu,” jelasnya. Dilanjutkan ibu tiga anak ini, membuat teh katu juga terinspirasi dari dirinya sebagai salah satu kader posyandu yang kerap menerima keluhan ibu-ibu yang produksi ASI-nya kurang. “Ternyata karena kurangnya asupan sayur dan banyak beli obat pil sayur. Jadi saya juga terpikir untuk mencoba membuat teh katu dan setelah dicoba ternyata banyak juga peminatnya bahkan anak-anak juga suka karena rasanya tidak monoton ke katu karena ada campuran jahenya,” bebernya. Lebih lanjut, perempuan yang kini juga membuka warung nasi di kantin asrama Zipur itu tak menampik, saat ini masih susah untuk memasarkan produknya. Karenanya, sementara ini dirinya baru bisa memasarkan produknya hanya dilakukan via online baik Whatsapp dan Facebook. Ditanya dari mana katu didapat? Perempuan berkerudung itu menyebutkan, kerap membeli katu dari tanaman KWT (Kelompok Wanita Tani). Lebih diutamakan daun katu yang tua yang biasanya tidak dipakai alias dibuang. “Katu diambil yang tua daunnya. Kalau di KWT itu kan biasanya dibuang untuk pakan ternak nah kita ambil beli dari KWT,” jelasnya. Produksinya cukup mudah. Daun katu yang sudah tua dicuci dan dijemur dengan cara ditutup pakai kain hitam dan putih. Setelah 2 hari jemur baru diproses pemanggangan di oven. Lalu bahan lainnya jahe dikupas dicuci dan diiris-iris, dijemur baru dioven kemudian di-chopper. “Prosesnya cukup memakan waktu terutama untuk proses penjemuran,” sebutnya. Untuk jumlah produksi sendiri, dirinya mengaku disesuaikan dengan jumlah orderan. “Karena kalau bikin banyak-banyak takutnya tidak laku. Sementara ini kita buat yang bentuknya dicelup dimana 1 kotak berisi 20 pcs dijual seharga Rp15 ribu,” bebernya. Untuk khasiatnya sendiri cukup banyak, untuk memperlancar ASI, osteoporosis, menghaluskan kulit, obat panas dalam dan lebih bagus lagi untuk memperbanyak hasil sperma. “Dalam 1 tahun ini kita sudah produksi 700 pcs,” tukasnya. (*)
Kategori :