Makna Hijrah Secara Filosofis dan Psikologis
DR Achmad Syarifudin MA Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah Palembang-FOTO: IST-
PALEMBANG,SUMATERAEKSPRES.ID - Tanpa terasa kita sudah memasuki pertengahan bulan Muharram di tahun baru 1446 Hijriah ini.
Sederet rangkaian mungkin sudah kita lakukan amalan-amalan yang bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
Namun tetap perlu kita sadari bahwa pada hakikatnya, perputaran waktu dan bertambahnya usia, sejatinya umur kita semakin berkurang.
Karena itu, sebaiknya, kita mesti memulai hidup baru dengan semangat baru, perubahan-perubahan kea rah yang lebih baik, mengisi hidup dengan meningkatnya kualitas iman dan taqwa.
BACA JUGA:Kontribusi TOS Terhadap UMKM di Kota Lubuklinggau
BACA JUGA:Hiduplah Sesuka Sesungguhnya Engkau Akan Jadi Mayit
Allah Swt berfirman:
وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ
Artinya: “Dan barang siapa Kami panjangkan umurnya, Kami mengembalikannya dalam penciptaan.
Maka tidakkah mereka berpikir?” (QS. Yasin: 68).
Ibnu Jarir al-Thabari dalam kitabnya al-Jami’ fi Ta’wil al-Qur’an hal 549 menerangkan bahwa ayat ini merupakan gambaran atas siklus kehidupan manusia.
BACA JUGA:Memimpin dengan Sikap “SIWA”
BACA JUGA:Hikmah Pergantian Tahun Baru Hijriyah
Bagi orang-orang yang dipanjangkan umurnya, maka ia akan dikembalikan keadaannya seperti waktu bayi dan kanak-kanak karena lemah dan pikun.
Jadilah ia tidak mengetahui apa-apa meskipun ia sebelumnya telah banyak pengalaman dan pengetahuan. Manusia terus mengalami siklus hijrah dan perubahan dalam hidup.
Itulah sebabnya, kesempatan yang singkat ini mari kita jadikan sebagai muhasabah untuk memaknai tahun baru Hijriyah sebagai momen hijrah nafsiyah yang selalu terjadi dalam diri kita untuk menjadi insan muttaqin, melalui tema, “Hijrah secara filosofis dan psikologis”
Kata hijrah (هجرة) berasal dari fi’il (هاجر-يهاجر) hajara-yuhajiru yang artinya mufaroqoh (مفارقة) meninggalkan suatu tempat menuju tempat yang lain.
BACA JUGA:Hiduplah Sesuka Sesungguhnya Engkau Akan Jadi Mayit
BACA JUGA:Kompleksitas Nilai Suci Agama Perspektif Multidisiplin
Secara Bahasa perpindahan itu baik menuju tempat yang buruk atau ke tempat yang baik Namanya hijrah.
Namun, secara istilah “hijrah” adalah meninggalkan sesuatu atas dasar taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
Jika kita cermati secara historis, sesunguhnya, Hijrah merupakan tradisi para Nabi, misalnya, Nabi Ibrahim yang berhijrah dari Iraq menuju Syam lalu ke Mesir.
Nabi Musa juga tinggal di tempat yang baru setelah selamat dari pengejaran Firaun.
BACA JUGA:Isu Pekerja di Tengah Hiruk Pikuk Pilkada
BACA JUGA:Menghadapi Era Digital: Transformasi Universitas Palembang di ICAESSE 2024!
Allah swt berfirman:
فَاٰمَنَ لَهٗ لُوْطٌۘ وَقَالَ اِنِّيْ مُهَاجِرٌ اِلٰى رَبِّيْۗ اِنَّهٗ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Artinya: “Maka, Lut membenarkan (kenabian Ibrahim). Dia (Ibrahim) pun berkata, “Sesungguhnya aku berhijrah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana." (QS al-Ankabut: 26).
Demikian halnya Rasulullah saw meninggalkan kota Makkah untuk menuju tempat untuk hijrah (yang telah dipersiapkan) yaitu Madinah, tentu atas dasar perintah Allah (wahyu).
Proses hijrah ini adalah bagian dari usaha memindahkan pengembangan dakwah dari Makkah ke Madinah. Walhasil, Islam mendapat kemenangan.
BACA JUGA:Tauhid dan Kepedulian untuk Meneladani Kepemimpinan Nabi Ibrahim AS
BACA JUGA:Strategi Peningkatan Pengetahuan Tumbuh Kembang Anak Pra Sekolah : Langkah Menuju Generasi Emas
Rasul berhasil menyatukan umat Islam, mempersatukan Muhajirin dan Anshar, menguasai ekonomi di Madinah.
Kemenangan perang pasca hijrah dilanjutkan dengan menyebarnya Islam ke berbagai penjuru dunia.
Allah swt berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ظَالِمِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَالُوْا فِيْمَ كُنْتُمْۗ قَالُوْا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِى الْاَرْضِۗ قَالُوْٓا اَلَمْ تَكُنْ اَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوْا فِيْهَاۗ فَاُولٰۤىِٕكَ مَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرً
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi dirinya, mereka (malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang yang tertindas di bumi (Makkah).
BACA JUGA:Waspada! Obesitas dalam Kehamilan Jangan Dianggap Sepele
BACA JUGA:Allah Memuliakan Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah
”Mereka (malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah di sana?” Maka, tempat mereka itu (neraka) Jahanam dan itu seburuk-buruk tempat kembali."(QS an-Nisa ayat 97).
Ayat di atas menjelaskan, sekiranya umat manusia menyalahkan keadaan di sekitarnya tanpa usaha untuk berpindah (hijrah) sampai menyebabkan mereka meninggal, maka kesalahan adalah dari mereka sendiri, kenapa tidak berpindah ke tempat lain.
Dalam berhijrah, diperlukan sifat amanah dan jujur. Sebagaimana Rasulullah dalam hijrahnya telah menyiapkan strategi yang matang dengan memerintahkan Sayyidina Ali tidur di tempat Rasulullah.
Ini adalah amanah besar yang diemban Sayyidina Ali.
Begitu halnya, Sayyidah Asma yang bertugas mengantarkan makanan ke Gua Tsur sebagai tempat persembunyian Rasulullah saw sebelum pergi menuju ke Madinah.