https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Lanskap Sungai Palembang Berubah

DISKUSI: Para narasumber memberikan materi saat diskusi Forum Mimbar Negarawan Muda, di Universitas Muhammadiyah Palembang, Kamis (20/3). -foto: ibnu holdun/sumeks-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Perubahan drastis terjadi dalam lanskap sungai Kota Palembang. Jika dulunya, Kota tertua di Indonesia ini punya 109 sungai, tapi kini jumlahnya berkurang drastis.

“Banyak sungai di kangkangi manusia, sehingga ketika hujan deras turun, air seperti kembali mencari tempat asalnya,” ungkap Prof Dr Ir Supri Effendi Rahim MSc dari Majelis Lingkungan Hidup saat menjadi narasumber dalam diskusi Forum Mimbar Negawaran Muda di Universitas Muhammadiyah Palembang, Kamis (20/3).

Supri menambahkan, banyak wilayah Metropolis mengalami penimbunan tanah tanpa perhitungan matang. Padahal, perencanaan yang berbasis keseimbangan lingkungan sangat penting. 

"Saya sendiri telah membangun rumah panen hujan sebagai solusi. Air hujan dan air pasang harus memiliki ruangnya sendiri. Rumus dasarnya adalah minimal 20 persen dari total area harus dibiarkan sebagai ruang kosong agar air dapat terserap dengan baik," tambahnya.

Dalam diskusi dengan tema  Membangkitkan Peran Serta Pemuda dalam Merawat Lingkungan dan Penanggulangan Banjir hadir sejumlah narasumber kompeten, selain Prof Supri ada juga Edi Junaidi, SST Kepala Seksi Kesiapan Siaga BPBD Provinsi Sumsel,  Kafrawi, SPd MSi, Kepala Bidang Pengembangan Pemuda Dispora Sumsel.

BACA JUGA:Daftar 5 Regulasi Baru Siap Ubah Lanskap Perasuransian & Dana Pensiun

BACA JUGA:Menkomdigi Diharapkan Ketum Perhumas Bagikan Wawasan Lanskap Komunikasi di WPRF 2024 di Bali

 Edi Junaidi  dari BPBD Sumsel, menyebut fakta bahwa setiap tahun kota Palembang dan beberapa daerah di Sumatera Selatan mengalami banjir. Namun, ia menjelaskan bahwa tidak semua genangan yang terjadi dapat dikategorikan sebagai banjir.

 "Sejauh ini, yang terjadi di Palembang lebih tepat disebut sebagai genangan air, bukan banjir. Mengapa demikian? Karena dalam kurun waktu 2-3 jam, genangan tersebut biasanya sudah surut. Ini menandakan bahwa sistem drainase kita masih berfungsi, meski perlu diperbaiki," paparnya.

Ia pun mengimbau masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. "Partisipasi warga sangat penting. Jika dari tingkat RT, RW, dan kelurahan sudah tertata rapi dan menjaga kebersihan selokan serta drainase, maka genangan air bisa diminimalkan," tegasnya.

Kafrawi, perwakilan dari Dispora Sumsel mengajak para pemuda untuk menerapkan metode Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM) dalam mencari solusi kreatif terhadap permasalahan banjir di Palembang. "Pemuda saat ini sangat kreatif dan memiliki kecintaan terhadap Indonesia. Mereka harus berperan dalam mencari solusi konkret agar kota ini tidak lagi digenangi air setiap kali hujan turun," katanya. Menurut Kafrawi, peran pemuda tidak hanya sebatas diskusi dan gagasan, tetapi juga harus diwujudkan dalam aksi nyata.

BACA JUGA:Lanskap Industri Fintech Indonesia: Transformasi, Kolaborasi, dan Arah Baru Menuju Inklusi Keuangan

BACA JUGA:Putusan MK Ubah Lanskap Politik Musi Rawas Menuju Pilkada 2024

Terpisah, Efran Martahan Hutapea, SE, MM, Co-Founder Ruang Gagasan sekaligus panitia pelaksana Mimbar Negarawan Muda menyampaikan bahwa forum ini bukan sekadar ajang diskusi, tetapi merupakan bentuk kontribusi nyata dari pemuda kepada pemerintah. " Kami ingin memberikan sumbangsih melalui diskusi ini, mencari solusi bersama untuk mengatasi permasalahan banjir," ujar Efran.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan