https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Rindukan Suara Azan, Waktu Puasa Lebih Pendek

*Warga Sumsel Jalani Ramadan di Luar Negri

Berpuasa jauh dari Tanah Air menjadi momen pertama bagi Dina Amalia Puspa. Alumni SMA Xaverius 1 Palembang ini harus berpuasa di Amerika Serikat. Untungnya Dina tak sendiri, ada suami yang mendampinginya, Gallant Pratama Stephan, yang bekerja di PricewaterhouseCoopers Milwaukee.

SEJAK tahun lalu, Dina Amalia Puspa menempuh pendidikan S2 Urban and Regional Planning di University of Wisconsin-Madison dengan beasiswa LPDP. Kini alumni Fakulatas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini harus menjalani ibadah puasa di tempatnya kuliah.

Banyak yang terasa berbeda saat menjalankan ibadah puasa di negri orang. Seperti tak terdengar suara azan yang berkumandang, suasana meriah menyambut buka puasa, membeli takjil di pasar, ataupun jalanan yang padat menjelang magrib. “Bahkan sesederhana iklan sirup di TV pun kini tak lagi terlihat,” ujar sulung dari tiga bersaudara,

Hal-hal inilah yang membuatnya rindu akan tanah air. “Suasana tersebut kini saya rindukan. Untungnya kami di sini memiliki teman-teman Indonesia yang kompak dan seperti keluarga,” ujar buah hati dari pasangan Rita Marlina dan Abihasan MP.

Saat ini di Wisconsin (jika dalam peta berada pada bagian Midwest) masih musim dingin. Masih turun salju. Udaranya sangat dingin. Suhunya bahkan -10 derajat celsius. Musim dingin yang panjang membuat waktu puasa cukup pendek, beda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Di bulan Maret ini, lanjutnya, waktu puasa selama kurang lebih 14 jam. Dari pukul setengah 6 pagi sampai setengah 8 malam. Salat tarawih dimulai pukul 9 hingga 10 malam.

Tentu waktu itu lebih nyaman dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya, buka puasa jam 9 malam dan tarawih berlangsung hingga tengah malam untuk kemudian segera menyiapkan sahur.

Saat tarawih, jemaah pria datang menggunakan sweater. Nyaris tak ada jamaah wanita yang menggunakan mukenah, kecuali beberapa orang Indonesia dan Malaysia). “Terpenting berpakaian menutup aurat,” ujarnya.

Masjid ini berada agak jauh dari apartemennya. Sekitar 10 menit mengendaraan mobil. “Lumayan jauh, lokasi masjidnya,” kata Dina yang baru merasakan ulang tahun ke-28 ini.

Dikatakan Dina, tempatnya tinggal di apartemen tak jauh dari tempat kuliahnya, mayoritas kulit putih. Mereka terkenal dengan keramahannya. “Setiap hari, tak hanya bulan puasa, saya merasakan semangat Ramadan untuk saling berbagi,” ujarnya.

Tidak ada orang kelaparan. Bahan makanan melimpah dan selalu dibagikan gratis. Tempat pembagian beragam. Mulai dari masjid, gereja, hingga kampus. Makanan diperuntukkan untuk siapa saja tanpa memandang usia, ras, dan agama.

Sayur, buah, protein, hingga kue dan es krim berkualitas baik selalu tersedia. “Jika di Indonesia saya harus merogoh kocek untuk membeli Häagen-Dazs, di sini saya bisa mengambilnya di masjid secara gratis,” katanya. (sms)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan