Ramadan Syahruttarbiyah
Bulan Ramadan dikenal dengan Syahruttarbiyah (bulan pendidikan). Bulan dimana kaum muslimin hendaknya dapat menservis, memperbaiki, dan memperindah segala aktivitas kehidupannya. Dengan demikian Ramadan merupakan momentum tarbiyah al-`amal al-shalihah, pendidikan amal kebajikan.
Dilihat dari komponen pendidikan, sebuah institusi madrasah sekurang-kurangnya terdapat 4 (empat) unsur utama. Pertama, adanya murid (mutarabbi). Kedua, adanya guru (murabbi). Ketiga, terdapat kurikulum dan metode (manhaj). Keempat, adanya sarana prasarana (maal).
Berdasarkan hal tersebut, madrasah Ramadan dapat dimaknai bahwa yang bertindak sebagai mutarabbi adalah semua insan beriman (QS.2:183). Selaku murabbi secara langsung adalah Allah swt. Yang secara operasional dicontohkan oleh Rasulullah saw, sebagai qudwah shalihah.
Kurikulum dan manhaj yang digunakan adalah pola 24 jam x 30 hari = 720 jam. Dus, pendidikan dengan menggunakan pola 720 jam, secara istimrar (berkesinambungan dan terus menerus) dan simultan. Sedangkan materi (ibadah) yang secara intensif mesti dipelajari, dilatihkan, dan didemonstrasikan secara langsung oleh mutarabbi adalah berbagai amal keshalihan. Materi (amal) utamanya adalah ibadah shiyam di siang hari yang terpadu dengan salat lima waktu.
Selain menekuni amal utamanya, mutarabbi masih dituntut untuk melakukan amaliah tambahan (tathawu`, QS 2:184). Hal ini berfungsi sebagai pendukung dan penunjang kesempurnaan ibadah shiyam (QS 2:187), yaitu antara lain Qiyam Ramadan (tarawih) dimalam harinya. Tilawah dan tadarrus Quran dapat dilakukan disetiap waktu pagi, siang, sore bahkan malam hari. Dapat dilakukan di masjid, musala, surau, langgar, kantor, sekolah, kampus bahkan di hotel sekalipun.
Kemudian I’tikaf, berdiam diri di masjid dengan niat ibadah kepada Allah, lebih-lebih pada sepulu hari yang akhir. Juga menunaikan zakat fitrah menjelang berakhirnya ibadah shiyam di penghujung Ramadan, disamping tidak melalaikan sedekah (ta`jil) buka shiyam, menjelang magrib.
BACA JUGA : Hasil Panen di Hutan Lindung Banyuasin Tidak Terdata
Aktif berbuat kesalehan, selama menjalani tarbiyah Ramadan, si shaim (orang yang berpuasa) juga diseru untuk pasif (tidak berbuat) dan menahan dari perilaku tholeh (tidak terpuji). Terutama tindakan kriminal dan asusila. Hal ini dipesankan oleh baginda Rasulullah saw. Yang artinya lebih kurang sebagai berikut:
”... puasa itu perisai, oleh karena itu apabila seorang kamu sedang puasa janganlah berkata jorok, keji dan porno, dan juga jangan mendatangkan hingar bingar, huru-hara. Apabila ia dimaki dan ditantang oleh seseorang (untuk berkelai), hendaklah dijawab: ”Saya sedang puasa, saya sedang puasa...” (HR Bukhari).
Pesan Rasulullah saw tersebut dapat difahami bahwa ketika sedang puasa, kita benar-benar dituntut untuk pasif. Ttidak hanya perbuatan yang jelas-jelas maksiat dengan segala keragamannya, akan tetapi juga dituntut untuk tidak berbuat yang lagha (sia-sia, tidak bermanfaat dan sia-sia). Pengendalian diri dari tindakan-tindakan di atas sangat penting, mengingat sesungguhnya inti dari pada perilaku muttaqien (orang bertakwa) sebagai tujuan puasa adalah aktif (berbuat kebajikan) dan pasif (berpantang maksiat).
Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah kita dituntut untuk berbagai amal kesalehan dan meninggalkan berbagai kemungkaran itu hanya saat puasa di bulan Ramadan? Tentu jawabannya tidak demikian. Ramadan adalah sarana tarbiyah, saatnya berlatih secara intensif. Agar lebih termotivasi untuk beramal lebih banyak, Allah memberikan berbagai macam bonus dengan melipatgandakan pahala. Dalam pendidikan dapat diistilahkan semacam reward. Setelah berlatih dan terbiasa selama sebulan penuh dengan berbagai kesalehan, insya Allah dan semoga kesalehan tersebut muncul, tumbuh dan tetap eksis di sebelas bulan yang akan datang.
Dengan demikian ukuran berhasil atau tidaknya pendidikan di madrasah Ramadan indikasinya dapat dilihat pasca Ramadan. Jika ada perubahan ke arah perilaku yang lebih baik, menunjukkan kesuksesan. Akan tetapi jika masih sama saja dengan pra-Ramadan, mengindikasikan gagalnya tarbiyah Ramadan. (*)